Selasa, 15 Juni 2010

ASUHAN KEPERAWATAN MYOMA UTERI

ASUHAN KEPERAWATAN MYOMA UTERI


A. Pengertian
Myoma Uteri adalah : neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga dengan Leiomyoma Uteri atau Uterine Fibroid.
Myoma Uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun. Dikenal ada dua tempat asal myoma uteri yaitu pada serviks uteri (2 %) dan pada korpus uteri (97%), belum pernah ditemukan myoma uteri terjadi sebelum menarche.
B. Etiologi
Walaupun myoma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa myoma uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen.
C. Lokalisasi Mioma Uteri
1. Mioma intramural ; Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap tinggal dalam dinding uterus.
2. Mioma Submukosum ; Mioma yang tumbuh ke arah kavum uteri dan menonjol dalam kavum itu.
3. Mioma Subserosum ; Mioma yang tumbuh ke arah luar dan menonjol pada permukaan uterus.
D. Komplikasi
1. Pertumbuhan leimiosarkoma.
Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause
2. Torsi (putaran tangkai)
Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.
3. Nekrosis dan Infeksi
Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan dari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.
A. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb: turun, Albumin : turun, Lekosit : turun / meningkat, Eritrosit : turun
2. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi.
6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi.
B. Cara Penanganan Mioma Uteri
Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai. Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan. Adapun cara penanganan pada myoma uteri yang perlu diangkat adalah dengan pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan histerektomi total abdominal. Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO). TAH–BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus, serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada malignan neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic endrometriosis (Tucker, Susan Martin, 1998).
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urin (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasm pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik / motorik.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot
3. Ganguan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual.
4. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan terjadinya perdarahan yang berulang-ulang.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Artikel lengkap download disini

Categories: Asuhan Keperawatan, maternitas
Tags: askep, askep myoma uteri, asuhan keperawatan myoma uteri, maternitas
Related Posts
o ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KARSINOMA LARING
o Asuhan Keperawatan Kehamilan Trimester II
o ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR CERVICALIS
o ASUHAN KEPERAWATAN ASTHMA BRONCHIAL pada ANAK
o ASUHAN KEPERAWATAN HEMATOTHORAX

Lekore

Definisi
Lekore adalah suatu gejala yang sering ditemukan dalam kasus-kasus kebidanan, terdapat kurang lebih sepertiga dari penderita ginekologik mengeluh keputihan dan pada wanita hamil angka tersebut mencapai 50 – 70 %.
Lekore (Fluor albus, keputihan) adalah cairan yang keluar pervaginam secara berlebihan selain darah yang membasahi vestibulum dan vagina, dan memberikan keluhan subjektif pada penderita (Purnawan Junadi, 684).
Etiologi
Lekore fisiologis dapat terjadi karena kehamilan, premenstrual, pasca menstruasi, pasca partum, ovulasi dan pasca coitus. Sedangkan lekore patologis dapat disebabkan oleh radang, iritasi/ benda asing atau adanya proses keganasan.
Diagnostik
Diagnosis etiologik lekore harus berdasar pada:
1. Anamnesis: apakah keputihan yang terjadi itu terus menerus atau kadang-kadang, apakah ada hubungannya dengan fase-fase haid, bagaimana sifat lekorenya, apakah lendir, berwarna keputihan atau atau kekuningan. Bagaimana sekret vagina apakah banyak, sedikit. Apakah menimbulkan rasa gatal yang hebat.
2. Pemeriksaan umum seperlunya (disesuaikan dengan keluhan dari penderita).
3. Pemeriksaan ginekologik.
Pemeriksaan ini harus dikerjakan secara sistematik, dimulai dengan inspeksi vulva (apakah ada tanda bekas garukan, apakah vulva basah), palpasi kelenjar bartholini dan kelenjar skene, selanjutnya dillanjutkan dengan pemeriksaan yang menggunakan spekulum untuk melihat serviks, pemeriksaan ini sangat penting karena sebagian besar dai lekore berasal dari serviks.
Pada akhirnya dilakukan pemeriksan bimanual untuk menetukan posisi dan besarnya uterus dan keadaan parametrium, malposisi dapat menyebabkan bendungan vena sehingga menyebabkan hipersekresi kelenjar endoserviks.
4. Pemeriksaan laboratorik
Lakukan pemeriksaan sediaan basah untuk menentukan adanya Trichomoniasis Vaginalis dan Candida Albicans. Lakukan pulasan gram atau pap smear pulasan ini untuk menentukan gonoroe dan bakteri lain.
Lekore Fisiologik
Sejumlah sekret mukoid dari kelenjar endoserviks selalu ada dalam vagina yang berfungsi dalam mempertahankan kelembaban vagina. Sekret ini tampak bening jika baru keluar dari serviks dan kemudian menjadi agak keruh karena mengandung sedikit lekosit dan flora vagina yang sebagian besar terdiri dari basil doderline. Asam laktat menyebabkan pH vagina rendah dan keasaman ini menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Proliferasi epitel, pH vagina dan sekresi kelnjar endoserviks vagina bergantung pada kadar estrogen dalam darah. Pada wanita yang baru lahir epitel vaginanya lebih tebal, pH rendah dan ada sekresi mukoid dari kelenjar endoserviks karena estrogen berasal dari ibu. Setelah bayi berumur 1 bulan dan selama masa kanak-kanak epitel vagina menjadi tipis. Menjelang menarche kadar estrogen mengalami peningkatan, sehingga epitel vagina menjadi tebal lagi, pH rendah dan vagina menjadi lebih basah. Selama masa reproduksi sekret vagina juga berubah-ubah menurut kadar estrogen dan progestron. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut:
Pada fase pasca menstruasi sedikit
Pada fase proliferatif, makin lama makin banyak
Pada fase ovulasi paling banyak
Pada fase pasca ovulasi, makin lama makin sedikit
Pada fase premenstruasi dapat bertambah banyak lagi
Pada fase menopause epitel vagina menjadi tipis, pH meningkat dan vagina menjadi lebih kering, terdapat variasi individual, yaitu ada yang mengeluarkan sekret lebih banyak atau sedikit.
Stimulasi seksual baik fisik maupun emosional dapat menyebabkan sekresi bertambah. Dalam kehamilan kadar hormon tinggi sehingga menyebabkan hipersekresi kelenjar endoserviks.
Pentalaksanaan
Pada keadaan yang fisiologis, keputihan tersebut tidak perlu diberikan pengobatan.
Bila ibu merasa cemas berikan penjelasan tentang proses terjadinya keputihan dan juga dapat diberikan sedatif.
Lekore Patologik
Dapat timbul karena:
1. Radang yang disebabkan oleh: trikomoniasis, kandidiasis, gonore, vaginitis senilis, endoservitis akut atau kronis, vaginitis hemofilus vaginalis.
2. Iritasi benda asing yang dapat disebabkan oleh iritasi khemis/ iritasi vagina (vaginal jelly), adanya benda asing (tampon, pesarium atau IUD).
3. Tumor yang dapat berupa tumor jinak, seperti polip, mioma uteri, kista atau dapat berupa tumor ganas (kanker serviks).
Kandidiasis
Gambaran klinik yang mungkin didapatkan:
Penderita mengeluhkan kemaluan sangat gatal, kdang-kadang sukar tidur dan terdapat banyak bekas garukan. Sekresi seperti susu kental dan warna putih kekuningan sekret tidak berbau. Seringkali terdapat disuri yang khas yaitu suami yang mengeluh preputium atau glans penisnya gatal sekali pada pemeriksaan hapusan terlihat jamur. Seringkali ditemukan adanya faktor predisposisi seperti Diabetes Melitus, pemakaian antibiotika yang lama, defisiensi vitamin, pemakaian hormon kortikosterid dan kontrasepsi oral.
Penatalaksanaan
1. Kendalikan atau hilang faktor predisposisinya.
2. Berikan gentian violet 1 % kemudian usapkan ke seluruh bagian vagina.
3. Berikan antibiotik (Mikostatin 3 x 1 tablet selama 10 hari).
4. Secara lokal berikan 1 tablet vaginal Mikostatin/ Mikonazol selama 10 hari.

DAFTAR PUSTAKA
Junadi,

INDUKSI PERSALINAN

INDUKSI PERSALINAN


I. Defenisi
Induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya proses kelahiran (dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal.

II. Etiologi
Induksi persalinan dilakukan karena:
Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari sembilan bulan (kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu, belum juga terjadi persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
Pertumbuhan janin makin melambat.
Terjadi perubahan metabolisme janin.
Air ketuban berkurang dan makin kental.
Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
Resiko kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti; letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan pendarahan postpartum. Pada kehamilan lewat waktu perlu mendapatkan perhatian dalam penanganan sehingga hasil akhir menuju well born baby dan well health mother dapat tercapai.

Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu terkena infeksi serius, atau menderita diabetes.
Wanita diabetik yang hamil memiliki resiko mengalami komplikasi. Tingkat komplikasi secara langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa kehamilan dan dipengaruhi oleh komplikasi diabetik sebelumnya. Meliputi:
Aborsi spontan(berhubungan dengan kontrol glikemia yang buruk pada saat konsepsi dan pada minggu-minggu awal kehamilan).
Hipertensi akibat kehamilan, mengkibatkan terjadinya preeklamsi dan eklamsi.
Hidramnion.
Infeksi, terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius; infeksi ini bersifat serius karena dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan ketoasidosis.
Ketoasidosis, sering pada trimester dua dan tiga, yakni saat efek diabetogenik pada kehamilan yang paling besar karena resistansi insulin meningkat.
Dapat mengancam kehidupan dan mengakibatkan kematian bayi, mengakibatkan cacat bawaan
Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin.
Membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal persalinan (ketuban pecah dini). Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. Temperatur ibu dan lendir vagina sering diperiksa (setiap satu sampai dua jam) untuk penemuan dini infeksi setelah ketuban ruptur.
Mempunyai riwayat hipertensi.
Gangguan hipertensi pada awal kehamilan mengacu berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai resiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, sering disebut dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi kronis berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil.
Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang memiliki tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan suatu penyakit vasospastik, yang ditandai dengan hemokosentrasi, hipertensi, dan proteinuria. Tanda dan gejala dari preeklamsi ini timbul saat masa kehamilan dan hilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Kira-kira 85% preeklamsia ini terjadi pada kehamilan yang pertama. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, gangguan pembuluh darah otak, gangguan penglihatan (skotoma), perubahan kesadaran mental dan tingkat kesadaran.

Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat terjadi tanpa didahului ganguan neurologis.
Hipertensi sementara adalah perkembangan hipertensi selama masa hamil atau 24 jam pertama nifas tanpa tanda preeklamsia atau hipertensi kronis lainnya.
Hipertensi kronis didefenisikan sebagai hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum kehamilan mencapai 20 minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam minggu pascapartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis.

Indikasi pokok untuk induksi persalinan:
1. Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah kondisi ekstrauterin akan lebih baik daripada intrauterin, atau kondisi intrauterin tidak lebih baik atau mungkin membahayakan.
2. Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari/mencegah/mengatasi rasa sakit atau masalah-masalah lain yang membahayakan nyawa ibu.

Indikasi janin, misalnya: kehamilan lewat waktu (postmaturitas), inkompatibilitas Rh. Pada saat usia kehamilan postmatur, diatas 10 hari lebih dari saat perkiraan partus, terjadi penurunan fungsi plasenta yang bermakna, yang dapat membahayakan kehidupan janin (gangguan sirkulasi uteroplasenta, gangguan oksigenasi janin). Indikasi ibu, misalnya: kematian janin intrauterin. Indikasi ibu dan janin, misalnya, preeklamsia berat.
Kontra indikasi induksi persalinan antara lain adalah:
Bagi ibu
Plasenta previa.
Grande multipara.
Infeksi herpes genital aktif.
Riwayat insisi uterus klasik atau bedah uterus.
Distensi rahim yang berlabihan, misalnya pada hidramnion.
Bagi bayi
Disproporsi sefalopelvis.
Malposisi dan malpresentasi janin.
Denyut janung janin yang meragukan.

III. Manifestasi klinis
Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat induksi mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga mengakibatkan nyeri. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan operasi caesar.

IV. Patofisiologi
Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal.
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen (< href="http://www.medicastore.com/">http://www.medicastore.com/. Kehamilan Beresiko Tinggi. Diakses tanggal 7 September 2007.
http://www.ayahbunda-online.com/. Kelahiran. Diakses tanggal 7 September 2007.
http://www.conectique.com/. Persalinan Normal dengan Induksi. Diakses tanggal 7 September 2007.
http://www.info-sehat.com/. Tipe persalinan dengan Bantuan?. Diakses tanggal 7 September 2007.
Yulianti, Devi. 2005. Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta. EGC.

WOC
Plasenta menua
pe↓ jlh air ketuban
Pasokan maknan&O2↓
oligihidramnion
Gerakan janin terbatas
Tganggu proses ptumbuhan
Aliran darah-plasenta b’ubah
Kehamilan lewat waktu
Hipoksia janin
asfiksia
INDUKSI PERSALIAN
Sindrom gawat nafas
MK: resti krusakan ptukaran gas pd janin
Ketuban pecah dini
infeksi
Masuknya MO ke kantong amnion
Amnionitis dan plasentitis
Ketuban tlalu tipis
Pecah
Kontraksi belum tjadi
Amniotomi/ infuse oksitosin
Ibu mrasa t’ancam
MK:cemas


cemas
P’berian oksitosin
pe↑ kontraksi uterus blebihan
MK:nyeri
Hipertensi
pe↑ TD
pe↓ perfusi plasenta
Vasokontriksi pemb.darah
Ppindahan cairan intravaskuler ke intrasel
Lesi arteri uretroplasenta
Kontraksi uterus me↓
Rupture uterus
MK: resiko cidera












SEKSIO CAESAREA
I. Defenisi
Adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi)..(dunn j. Leen obstetrics and gynekology)
II. Etiologi
Ini biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah :
o Jalan lahir (passage)
o Janin (passanger)
o Kekuatan yang ada pada ibu (power)
III. Indikasi
Didasarkan atas 3 faktor :
Faktor janin.
Bayi terlalu besar
Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk ibu yang mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin 3000 gram sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat melewati jalan lahir. Selain janin yang besar, berat janin kurang dari 2,5 kg, lahir prematur, dan dismatur, atau pertumbuhan janin terlambat , juga menjadi pertimbangan dilakukan seksiocaesarea.
Kelainan letak
- Letak sungsang.
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami diperkirakan 4x lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil lewat jalan lahir. Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang menguntungkan. Karena ; pertama, persalinan terlambat beberapa menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu, padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kedua, persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena penekanan, traksi ataupun kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang belakang, tulang rangka dan viseral abdomen.

- Letak lintang.
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta previa, cairan ketuban pecah banyak, kehamilan kembar dan ukuran janin. Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di dalam rahim. Bila dibiarkan terlalu lama, mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan meyebabkan kerusakan otak janin.

Gawat janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen (hipoksia) yang diketahui dari DJJ yang abnormal, dan adanya mekonium dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan seksio caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif.

Janin abnormal
Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan genetik.
Plasenta
- Plasenta previa.
Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebahgian dan atau seluruh jalan lahir. Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahit lebih dahulu dari janin. Hal ni menyebabkan janin kekurangan O2 dan nutrisi yang biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan SC, dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta sehingga serviks dan SBR menjadi tipis dan mudah robek.
- Solusio plasenta
Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin lahir. SC dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai dengan perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang menumpuk di dalam rahim.
- Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika sisa plasenta yang menempel sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat, jika banyak perlu dilakukan pengangkatan rahim.
- Yasa previa
Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila dilewati janin dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.

Kelainan tali pusat.
- Pelepasan tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan dimana tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin, atau tali pusat telah berada dijalan lahir sebelum bayi, dan keadaan bertambah buruk bila tali pusat tertekan.
- Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya jika kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh janin tidak lancar. Lilitan tali pusat mengganggu turunnya kepala janin yang sudah waktunya dilahirkan.

Bayi kembar
Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi misalnya terjadi preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang berlebihan.

Faktor ibu
Usia
Ibu ynag melahirkan untuk pertama kalinya diatas 35th, memiliki resiko melahirkan dengan seksiocaesarea karena pada usia tersebut ibu memiliki penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, DM, dan preeklamsia.

Cephalopevic disspiroprion.
Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin menimbulkan kesulitan dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit lebih sering pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih, PAP dianggap sempit bila konjunctiva vera kurang dari 10 cm atau diameter transversal <12>6 minggu solusio plasenta, dan emboli air ketuban.
¨ Retensio plasenta atau plasenta rest, :gangguan pelepasan plasenta menimbulakan perdarahan dari tempat implantasi palsenta

b. Infeksi
Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh :
Keadaan umum yang kurang baik: anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi intra-uterin, sudah terdapat infeksi.
Perluakaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.
Terdapat retensio plasenta
Pelaksanaan operasi persalinan yang kurang legeartis.

c. Trauma tindakan operasi persalinan .
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan sebagai berikut :
• Perluasan luka episiotomi
• Perlukaan pada vagian
• Perlukaan pada serviks
• Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis
• Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap
• Terjadi fistula dan ingkontinensia
2. Komplikasi pada janin
Terjadi ”trias komplikasi” bayi dalam bentuk : asfiksia, trauma tindakan, dan infeksi.
a. Asfiksia
¨ Tekanan langsung pada kepala yang mengakibatkan penekanan pusat-pusat vital pada medula oblongata
¨ Aspirasi oleh air ketuban, mekonium,dan cairan lambung
¨ Perdarahan atau edema jaringan saraf pusat.
b. Trauma langsung pada bayi
¨ Fraktura ekstremitas
¨ Dislokasi persendian
¨ Ruptur alat-alat vital :hati, lien dan robekan pada usus.
¨ Fraktur tulang kepala
¨ Perdarahan atau trauma jaringan otak
¨ Trauma langsung pada mata, telinga, hidung, dan lainnya.
c. Infeksi. Dapat terjadi infeksi ringan sampai sepsis yang dapat menyebabkan kematian.
Asuhan keperawatan pada klien post natal dengan SC
I. Pengkajian
1. Identitas klien : nama, umur, tempat/tangal lahir, alamat, pekerjaan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
• Nyeri bekas insisi
• Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah karena anestesi spinal dan epidural
• Ketidaknyamanan atau distensi abdomen dan kandung kemih
• Mulut terasa kering
• Perasaan penuh pada abdomen
• Kesulitan BAB
• Nyeri/ sakit kepala dan kelemahan
• Klien merasa cemas, gelisah, gembira atau ekspresi lainnya.
3. Riwayat kesehatan dahulu
§ Riwayat pada saluran urogenital
§ Riwayat SC klasik
§ Riwayat obstetri yang jelek
§ Riwayat pre-eklamsia dan eklamsia selama kehamilan dan kehamilan sebelumnya
§ Riwayat tumor jalan lahir
§ Riwayat stenosis serviks / vagina pada post partum terdahulu
§ Riwayat primigravida tua
4. Riwayat kesehatan keluarga
o Riwayat DM
o Riwayat penyakit menular dalam keluarga
5. Riwayat menstruasi
o Siklus menstruasi
o Lama menstruasi
o Gangguan menstruasi seperti dismenorhea, hipermenorhea dll
o Umur menarche
6. Riwayat perkawinan
o Riwayat menikah
o Riwayat waktu pertama kali mendapat keturunan
7. Riwayat keluarga berencana
o Alat kb yang digunakan
o Lama & waktu penggunaan
o Efek yang dirasakan
Pemeriksaan fisik:
Tanda-tanda vital :tekanan darah, suhu, pernafasan dan nadi.
Keadaan umum. Kesadaran : composmentis
§ Klien terlihat cemas dan gelisah dan tidak mampu mempertahankan kontak mata, Bibir/ mulut kering
Sirkulasi : Kehilangan darah selama pembedahan sekitar 600-800 ml.
Reproduksi : Fundus mengalami kontraksi yang terdapat di umbilikalis, Aliran lochea sedang, bekas bekuan belebihan/ banyak.
Pernafasan : Bunyi paru jelas dan vesikuler
Eliminasi : Terpasang kateter urinarius redweling, urin jernih.
Abdomen : Tidak terdapat distensi, ukur jumlah bising usus.
Neurosensori : Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah pengaruh anestesi spinal dan epidural
Keamanan : Balutan abdomen bersih atau bisa tampak sedikit noda .

Pemeriksaan diagnostik: 1. Hitung darah lengkap, Hb, Ht.
2. Urinalisis :kultur urin, darah, vagina, lochea.

II. Diagnosa keperawatan
Ketidaknyamanan : nyeri b.d trauma pembedahan, afek anestasi, efek hormonal, distensi kandung kemih / abdomen.
Resiko infeksi b.d prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan hemoglobin, pemajanan pada patogen.
Resiko cidera b.d kehilangan darah berlebihan, trauma jaringan, perlambatan mobilisasi, gastrik, efek anastesi,.
Ansietas b.d krisis situasi, ancaman konsep diri, kbutuhan tak terpenuhi.
Perubahan eliminasi urin b.d trauma urogenotal, efek-efek hormonal, efek enestasi
Konstipasi b.d penurunan tonus otot, motilitas usus, nyeri perineal dan rektal.
Perubahan proses keluarga b.d penambahan jumlah anggota keluarga
Harga diri rendah b.d merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
III. Intervensi keperawtan
Dx. 1 Ketidaknyamanan: nyeri b.d trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
Tujuannya : mengurangi nyeri yang dirasakan pasien dan meningkatkan kenyamanan pasien.
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan penurunan rentang nyeri
2. Tampak rileks, mampu tidur/ istirahat dengan baik.
3. Ttv dalam batas normal
No
Intervensi mandiri
Rasional
1
Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal&nonverbal
Membedakan karakteristik pasca operasi dan terjadinya komplikasi
2
Evaluasi tekanan darah dan nadi
Nyeri dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi
3.
Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya nyeri penyerta
Selama 12 jam pp, kontraksi uterus kuat dan teratur dan berlanjut sampai 2-3 hari, meskipun frekuensi dan intensitasnya menurun secara bertahap. Nyeri penyerta akibat over kontraksi uterus, menyusui.
4.
Ubah posisi klien, kurangi rangsangan yang berbahaya dan berikan masase pungung
Merilekskan dan mengalihkan perhatian ari sensasi nyeri
5.
Palpasi kandung kemih
Overdistensi kandung kemih dapat menimbulkan ketidaknyamanan.
6.
Anjurkan posisi berbaring datar
Merinagnkan gejala sakit kepala akibat peningkatan tekanan css

Intervensi kolaborasi

7.
Beri analgesik setiap 3-4 jam, berikan obat 48-60 menit sebelum menyusui
Meningkatkan kenyamanan

8.
Tinjau ulang penggunaan analgetik terkontrol dan sesuai indikasi
Analgetik yang terkontrol dapt menghilangkan nyeri dengan cepat dan tanpa efek samping

Dx 2. Resiko infeksi b.d prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan hemoglobin, pemajanan pada patogen.
Tujuan :
infeksi tidak terjadi pada ibu
pencapaian tepat waktu pada pemulihan luka tanpa komplikasi
No
Intervensi mandiri
Rasional
1.
Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Resiko korioamnionitis meningkat dengan berjalannya waktu, sehingga meningkatkan resiko infeksi ibu dan janin.
2.
Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya: peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina).
Pecah ketuban terjadi 24jam sebelum pembedahan dapat menyebabkan amnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.
3.
Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila ketuban telah pecah.
Menurunkan resiko infeksi asenden.

Intervensi kolaborasi

4.
Lakukan persiapan kulit pra operatif, scrub sesuai protokol.
Menurunkan resiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan resiko infeksi pasca operrasi.
5.
Dapatka kultur darah, vagina, plasenta sesuai indikasi.
Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.
6.
Catat hb, dan ht, catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan.
Resiko infeksi pasca melahirkan dan

EKSTRAKSI FORSEP/CUNAM
I. Definisi
Suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan suatu tarikan cunam yang dipasang dikepalanya.
Forsep mempunyai sejarah yang panjang. Mulai dengan penemuan Albucasis pada tahun 1112, yang lengkungannya mempunyai gigi, sehingga hanya dipakai untuk janin yang telah amti. Selanjutnya Chamberlein pada abad 17 menemukan forsep yang hanya mempunyai lengkungan kepala saja. Forsep Chamberlein dikembangkan oleh Kiellan. Lengkungan pelvis dikembangkan oleh Levret pada tahun 1747 dan Smellie tahun 1751 dan selanjutnya disempurnakan menjadi forsep Naegle.

Prinsip forsep adalah:
Kedua daun forsep dapat dipisahkan, kanan dan kiri.
Terjadi persilangan saat mengunci.
Setiap daun forsep mempunyai:
Blade-pemegang kepala dengan pintunya
Tangkai
Kunci
Pemegang untuk melakukan tarikan
Daun forsep mempunyai:
Lengkungan kepala untuk menjepit.
Lengkungan pelvis sesuai denngan jalan lahir.
Bentuk kuncinya
Sistem Inggris tanpa menyangga, dapat bergeser.
Sistem Prancis, dengan penyangga, tidak mungkin bergeser.

Fungsi forsep
Fungsi forsep yang sampai sekarang masih berlaku ialah:
1. Esktraktor
2. Rotator
3. Ekstraktor dan rotator bersama-sama
Pemilihan jenis cunam yang akan dipakai hendaknya disesuaikan dengan fungsi cunam
Tujuan pertolongan persalinan forsep:
Melakukan putaran sehingga hipomoklion terletak pada posisi yang tepat
Tarikan untuk pertolongan persalinan

Bentuk dan bagian-bagian forsep
Sepasang cunam terdiri dari 2 sendok, yaitu sendok kiri dan sendok kanan. Sendok kiri ialah sendok yang dipegang oleh tangan kiri dan diletakkan dis ebelah kiri panggul ibu. Sendok kanan ialah sendok yang dipegang oleh tangan kanan dan diletakkan dise belah kanan panggul ibu.

Sendok cunam mempunyai bagian-bagian sebagai berikut:
a. Daun cunam.
Bagian yang dipakai untuk mencengkam kepala janin. Umumnya mempunyai 2 lengkungan, yaitu lengkungan panggul (pelvic carve) ialah lengkungan daun cunam yang sdisesuaikan dengan lengkungan panggul dan lengkungan kepala (chepalic curve) ialah lengkungan daun cunam yang disesuaikan dengan lengkungan kepala janin.
Contoh daun cunam yang mempunyai lengkungan panggul dan hanya mempunyai lengkungan kepala saja, yaitu pada cunam Kielland.
Daun cunam dapat berlubang (fenstra) misalnya cunam Simpson dan cunam Naegele, dan solid, misalnya cunam Tucker Mc. Lane. Daun cunam yang solid dapat mencekam kepala lebih kuat.
b. Tangkai cunam (shank)
Bagian antara daun dan kunci cunam. Terdiri 2 macam : tangkai terbuka dan tangkai tertutup
c. Kunci cunam (lock). Terdiri dari:
Kunci Prancis : tangkai cunam dipersilangkan kemudian disekrup.
Kunci Inggris : kedua tangkai cunam disilangkan dan dikunci dg cara kait mengkait (interlocking) misalnya cunam Naegele.
Kunci Jerman : bentuk kunci cunam yang merupakan kombinasi antara bentuk kunci Perancis dan kunci Inggris, misalnya cunam Simpson.
Kunci Norwegia : bentuk kunci cunam yang dapat diluncurkan (slidinglock) misalnya cunam Kielland.
d. Pemegang cunam (handle)
Bagian yang dipakai memegang pada waktu ekstraksi.

Jenis forsep berdasarkan bentuknya :
Tipe Simpson
Bentuk cunam ini mempunyai tangkai cunam yang terbuka, sehingga lengkungan kepala lebih mendatar dan lebih besar. Bentuk cunam ini baik untuk kepala janin yang sudah mengalami moulase.
Tipe Elliot
Bentuk tipe cunam ini mempunyai tangkai yang tertutup, sehingga lengkungan kepala lebih bundar dan lebih sempit. Cunam jenis ini baik untuk kepala yang bundar dan belum mengalami moulase.
Tipe khusus
Ada bentuk khusus cunam, misalnya: cunam Piper yang dipakai untuk melahirkan kepala janin pada letak sungsang.

II. Etiologi
Melakukan tindakan ekstraksi forsep perlu memperhitungkan petunjuk (indikasi) yang tepat, sehingga komplikasinya ringan. Indikasi pertolongan ekstraksi forsep adalah:
Indikasi Ibu
Persalinan distosia (kemacetan persalinan)
• persalinan terlantar
• rupture uteri imminen
• kala dua lama
Profilaksis penyakit sistemik ibu: Gestosis, Hipertensi, Penyakit jantung, Penyakit paru-paru.
Indikasi Bayi
a. Distres janin
b. Kedudukan ganda kepala dengan:
• Anggota badan (ekstremitas)
• Prolapsus funikuli
Indikasi Waktu
Indikasi Pinard : 2 jam mengejan tidak lahir
Modifikasi Remeltz
• Setelah kepala di dasar panggul diberikan 5 unit oksitosin
• Tunggu 1 jam tidak lahir dilakukan ekstraksi forsep

Tindakan Pertolongan Persalinan Forsep
Bentuk persalinan forsep dapat dibagi menjadi:
Forsep rendah
• dilakukan setelah kepala bayi mencapai Hodge III atau lebih
• kepala bayi mendorong perineum, forsep dilakukan dengan ringan disebutkan outlet forsep
Forsep tengah
• pada kedudukan kepala antara Hodge II/III
• salah satu bentuk forsep tengah adalah forsep percobaan untuk membuktikan disproporsi panggul dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forsep berat, membuktikan terdapat disproporsi kepala-panggul. Forsep percobaan dapat diganti dengan ekstraksi vakum.
Forsep tinggi
• dilakukan pada kedudukan kepala di antara Hodge I/II
• forsep tinggi sudah diganti dengan seksio sesarea
Aplikasi Ekstraksi Forsep
Persiapan
a. Persiapan untuk ibu
Posisi lithotomic
Rambut vulva dicukur
Kandung kemih dan rectum dikosongkan
Desinfeksi vulva
Infuse bila diperlukan
Narcosis bila diperlukan
Kain penutup pembedahan
Gunting episiotomi
Alat-alat untuk menjahit robekan jalan lahir
Uterotonika
b. Persiapan untuk janin
Alat-alat pertolongan persalinan
Alat penghisap lendir
Oksigen
Alat-alat untuk resusitasi bayi
c. Persiapan untuk penolong
1. Mencuci tangan
2. Sarung tangan suci hama
3. Baju operasi suci hama

Prosedur
Untuk meningkatkan keamanan operasi ekstraksi forsep hanya pada letak belakang kepala dalam operasi forsep rendah. Daun forsep dipasang melintang terhadap kepala dan melintang terhadap jalan lahir.
Aplikasi forsep dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Operator membayangkan pemasangan daun forsep melintang terhadap kepala bayi dan melintang terhadap jalan lahir.
2. Daun forsep kiri dipasang di sebelah kiri penderita dan dipegang oleh tangan kiri.
3. Pemasangan daun forsep kanan dengan tangan kanan dan dipasang di sebelah kanan penderita.
4. Teknik pemasangan daun forsep sebagai berikut:
• Dua jari tangan kanan masuk vagina sedalam mungkin
• Forsep dipegang tangan kiri seolah-olah memegang pensil, dengan gagang forsep berada di atas pelipatan paha.
• Daun forsep dipasang dengan tuntutan dua jari kanan
• Daun forsep didorong perlahan-lahan, sampai lengkungan forsep berada di tulang parietalis
• Setelah terpasang gagang forsep dijepit antara jari amnis dan kelingking tangan kiri.
• Dua jari tangan kiri dimasukkan ke dalam liang senggama. Forsep kanan dipegang dengan cara sama seperti forsep kiri, dimasukkan dengan tuntunan dua jari tangan kiri.
• Setelah kedua forsep ditempatkan sesuai dengan posisinya, forsep dikunci.
• Setelah terkunci dilakukan evaluasi, guna mencari apakah tidak terdapat bagian ibu (serviks) yang terjepit antara kepala janin dan daun forsep.
• Dilakukan tarikan percobaan, dengan ringan serta jari menyentuh kepala bayi
• Tarikan percobaan berhasil bila kepala bayi ikut tertarik
• Setelah tarikan percobaan berhasil, dilakukan tarikan definitive dengan melakukan tarikan cunam ke abwah sehingga hpomoklion berada di bawah simfisis
• Dilakukan tarikan ke atas untuk melahirkan ubun-ubun besar, hidung, muka-dagu, kepala bayi seluruhnya.
• Setelah kepala lahir daun forsep dilepaskan
• Kepala diberikan kesempatan untuk melakukan putar paksi luar
• Kepala bayi ditarik curam ke bawah dank e atas untuk melahirkan bahu depan dan bahu belakang.
• Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikaitkan untuk emlahirkan badan bayi
• Lendir pada jalan nafas dibersihkan
• Setelah bayi menangis tali pusat dipotong dan bayi diserahkan untuk drawat sebagaimana mestinya
• Persalinan plasenta ditunggu sampai terdapat tanda lepasnya plasenta atau dilakukan tes plasenta lepas dengan metode Kustner, Straassman, Klein, atau Manuaba.
• Plasenta dilahirkan dengan tekanan ringan pada fundus uteri secara Crese atau dengan plasenta manual.
• Dilakukan eksplorasi ke dalam rahim untuk mencari kemungkinan rupture uteri, sisa plasenta, atau membrane.
• Selanjutnya luka bekas episiotomi dijahit kembali
• Pada kala IV dilakukan observasi intensif terhadap kesadaran penderita; tekanan darah; nadi; pernapasan; dan suhu; kontraksi rahim untuk menhentikan perdarahan; pengeluaran darah dari vagina atau luka episiotomi.
• Observasi dilakukan selama 2 jam. Bila semua berjalan dengan baik, penderita dipindahkan ke ruangan.

III. Komplikasi Ekstraksi Forsep
Komplikasi langsung akibat aplikasi forsep dibagi menjadi:
Komplikasi ibu
Komplikasi ibu bersumber dari “trias komplikasi” ibu.
a. Perdarahan terjadi karena: Atonia uteri, Retensio plasenta, Trauma jalan lahir: rupture uteri, rupture serviks, robekan forniks-kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas, robekan perineum
b. Infeksi terjadi karena: sudah terdapat sebelumnya, Aplikasi alat menimbulkan infeksi, Plasenta rest atau membrane bersifat benda asing, yang dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan subinvolusi uteri dan Saat melakukan pemeriksaan dalam
c. Robekan jalan lahir: Ruptura uteri, Rupture serviks, Robekan forniks-kolpoforeksis, Robekan perineum, dan Sinfisiolisis

Komplikasi segera pada bayi: “Trias komplikasi bayi.”
1. Asfiksia
a. Terlalu lama di dasar panggul, terjadi rangsangan pernapasan menyebabkan aspirasi lender dan air ketuban
b. Jepitan langsung forsep yang menimbulklan perdarahan intracranial, edema intracranial, kerusakan pusat vital di emdulla oblongata, trauma langsung jaringan otak.
2. Infeksi oleh karena infeksi pd ibu menjalar ke bayi
3. Trauma langsung forsep
- Fraktura tulang kepala
- Dislokasi sutura tulang kepala: kerusakan pusat vital di medulla oblongata, trauma langsung pada mata, telinga dan hidung, trauma langsung pada persendian tulang leher, gangguan fleksus brakialis/paralysis Erb
• Kerusakan saraf trigeminus dan fasialis
• Hematoma pada daerah tertekan

Komplikasi kemudian atau terlambat
komplikasi terlambat untuk ibu
bersumber juga pada “tria komplikasi ibu” dengan penjabaran sebagai berikut:
a. Perdarahan: Plasenta rest, Atonia uteri sekunder, Jahitan robekan jalan lahir yang terlepas
b. Infeksi à Penyebaran infeksi makin meluas
c. Tauma jalan lahir
• terjadi fistula vesiko-vaginal
• terjadi fistula rekto-vaginal
• terjadi fistula utero-vaginal
komplikasi terlambat pada bayi
a. Trauma ekstraksi forsep: cacat karena aplikasi forsep
b. Infeksi
• Infeksi yang berkembang menjadi sepsis dan dapat menyebabkan kematian
• Ensefalitis sampai meningitis
c. Gangguan susunan saraf pusat
• Trauma langsung pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gangguan intelektual
• Gangguan pendengaran dan keseimbangan
IV. Patofisiologi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi forsep/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara per vaginam maka perlu tindakan ekstraksi vacum/forsep. Tindakan ekstraksi foesep/vacuum menyebabkan terjadinya laserasi pada servuk uteri dan vagina ibu. Disamping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intrakranial.

V. WOC (Terlampir)

VI. Terapi
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan postpartum biasa, hanya memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat karena kemungkinan terjadinya trias komplikasi lebih besar, yaitu perdarahan, robekan jalan lahir, dan infeksi. Oleh karena itu, perawatan setelah ekstraksi forsep memerlukan profilaksis pemberian infus sampai terjadi keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga kontraksi otot rahim menjadi kuat, dan pemberian antibiotika untuk menghindari infeksi.
Yang cukup penting untuk diperhatikan adalah kemungkinan terjadi “fistel”, sehingga memerlukan pemasangan dauer kateter selama tiga sampai lima hari. Fistel vesiko-vaginal, rekto-vaginal merupakan komplikasi yang serius dan memerlukan tindakan operasi yang sulit.

Pertimbangan Keperawatan
Perawat menyiapkan forsep yang ditentukan dokter. Denyut jantung janin diperiksa, dilaporkan, dan dicatat sebelum forsep dipasang. Ibu diberi informasi bahwa bilah forsep akan digunakan seperti dua sendok makan yang mengelilingi telur. Bilah ini akan masuk sampai ke telinga bayi.denyut jantung janin akan diperiksa kembali, dilaporkan, dan dicatat sebelum traksi dipasang setelah forsep dipasang. Penekanann tali pusat di antara kepala dan forsep akan menyebabkan frekuensi denyut jantung janin turun mendadak. Dokter kemudian akan melepas dan memasang kembali forsep tersebut.

VII. Pemeriksaan Fisik
A Keadaan umum
* Kesadaran
* TTV : Tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
B.Keadaan khusus (syarat-syarat ekstraksi forsep):
Besar dan konsistensi kepala dalam batas normal
Janin dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi sefalopelvik)
Pembukaan serviks lengkap
Kepala janin sudah cakap (mencapai letak = sudah terjadi engagement)
Kepala janin harus dapat dipegang oleh cunam
Janin hidup
Ketuban sudah pecah/dipecahkan




EKSTRAKSI VAKUM

I. Definisi
Suatu persalinan buatan di mana janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negative (vakum) pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstraktor vakum atau ventouse.

II. Sejarah
Gagasan untuk melahirkan kepala janin dengan memakai tenaga vakum, mula-mula dipelajari oleh Young (1706) dari Inggris, yang kemudian secara berturut-turut dikembangkan oleh ahli-ahli obstetrik di negara-negara Eropa dalam bentuk yang bermacam-macam. Bentuk ekstraktor vakum bermacam-macam inti ternyata kurang popular dalam pemakaiannya, karena banyak hambatan-hambatan teknik. Akhirnya pada tahun 1952-1954 Tage Malmstrom dari Gothenberg, Swedia menciptakan ekstraktor vakum yang setelah emngalami percobaan-percobaan dan modifikasi dalam bentuknya, sejak tahun 1956 menjadi sangat populer dipakai dalam klinik-klnik obstetrik sampai saat ini.

Bentuk dan Bagian-bagian Ekstraktor Vakum
1. Mangkuk (cup)
Bagian yang dipakai untuk membuat kaput suksedaneum artifisialis. Dengan mangkuk inilah kepala diekstraksi. Diameter mangkuk : 3,4,5,6 cm. pada dinding belakang mangkuk terdapat tonjolan, untuk tanda letak denominator.
2. Botol
Tempat membuat tenaga negative (vakum). Apda tutup botol terdapat manometer, saluran menuju ke pompa pemghisap, dan saluran menuju ke mangkuk yang dilengkapi dengan pentil.
3. Karet Penghubung
4. Rantai penghubung antara mangkuk dengan pemegang
5. Pemegang (extraction handle)
6. Pompa Penghisap (vacuum pump)
III. Etiologi
Ibu
• Memperpendek kala II. misalnya: - Penyakit jantung kompensata
- Penyakit paru-paru fibrotik
• Waktu: kala II yang memanjang.
Janin à gawat janin (masih kontroversi)
Kontra Indikasi
Ibu
• Ruptura uteri membakat
• Pada penyakit-penyakit di mana ibu secara mutlak tidak boleh mengejan, misalnya payah jantung, preeklamsia berat
Janin : Letak muka, After coming head,dan Janin preterm

Komplikasi Ekstraksi vakum
Ibu : Perdarahan, Trauma jalan lahir dan Infeksi
Janin
Ekskoriasi kulit kepala
Sefalhematoma
Subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin. Bagi janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus neonatorum yang agak berat.
Nekrosis kulit kepala (scapnecrosis), dpt menimbulkan alopesia.
Prosedur Ekstraksi Vakum
Ibu tidur dalam posisi lithotomi
Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum. Bila pada waktu pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, dapat diberi anesthesia infiltrasi atau pudendal nerve block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang amngkuk saja.
Setelah semua bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai dengan pembukaan serviks. Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak denominator.
Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga -0,2 kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : -0,7 sampai -0,8 kg/cm2. ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8 menit. Denagn adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput suksedaneum artifisial (chignon).
Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang, apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit.
Bersamaan dengan timbulnya HIS, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah sumbu panggul. Pada waktu melakukan tarikan ini ahrus ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan tangan kanan penolong.
Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang pada pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan meloncat kea rah muka penolong.
Traksi dilakukan terus selama ada HIS dan ahrus mengikuti puaran apksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis. Bila HIS berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara intermitten, bersama-sama dengan HIS.
Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah atas, sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala sebagaimana lazimnya. Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong segera menahan perineum. Setelah kepala lahir, pentil dibuka, udara masuk ke dalam botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk lepas.
Bila diperlukan episiotomi, maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka vulva.
Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal
Waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas sebanyak 3 kali.
Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan disebabkan:
a. Tenaga vakum terlalu rendah
b. Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum sempurna yang mengisi seluruh mangkuk.
c. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk tidak dapat mencengkam dengan baik.
d. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
e. Kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik
f. traksi terlalu kuat
g. cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung.
h. adanya dispropporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu traksi, harus diteliti satu persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan koreksi.
Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.

IV. Patofisiologi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi forsep/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara per vaginam maka perlu tindakan ekstraksi vacum/forsep. Tindakan ekstraksi foesep/vacuum menyebabkan terjadinya laserasi pada servuk uteri dan vagina ibu. Disamping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intrakranial.

V. WOC (Terlampir)
VI. Terapi
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan postpartum biasa, hanya memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat karena kemungkinan terjadinya komplikasi lebih besar, yaitu perdarahan, robekan jalan lahir, dan infeksi. Oleh karena itu, perawatan setelah ekstraksi vacum memerlukan profilaksis pemberian infus sampai terjadi keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga kontraksi otot rahim menjadi kuat, dan pemberian antibiotika untuk menghindari infeksi.

Pertimbangan Keperawatan
Dalam membantu wanita yang melahirkan melaluui penggunaan ekstraksi vacum, perawat berperan sebagai pendukung dan pendidik. Perawat dapat menyiapkan ibu untuk melahirkan dan mendorongnya untuk tetap aktif dalam proses melahirkan yakni dengan menganjurkan ibu untuk mendorong saat kontraksi. Denyut jantung janin juga harus sering dinilai selama prosedur tersebut. Setelah lahir, bayi harus diobservasi untuk melihat tanda infeksi pada tempat pemasangan mangkuk dan iritasi serebral (misalnya, akibat pengisapan yang buruk, ketidakberdayaan). Orang tua perlu diyakinkan bahwa kaput suksedaneum akan hilang setelah beberapa jam. Para tenaga perawatan neonatus harus menyadari bahwa bayi tersebut dilahirkan dengan ekstraksi vakum.

VII. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Kesadaran dan TTV : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu.
Keadaan khusus (syarat-syarat ekstraksi vakum)
• Pembukaan lebih dari 7 cm (hanya pasa multigravida)
• Penurunan kepala janin (boleh) pada hodge II
• Kontraksi rahim dan tenaga mengejan.
Keunggulan dan Kerugian Ekstraksi Vakum
Keunggulan
• pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
• tidak diperlukan narkosis umum
• mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang ahrus melalui jalan lahir
• ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan serviks belum lengkap
• trauma pada kepala janin lebih ringan
Kerugian
• persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama
• tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang berlebihan.
• Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari karet dan harus selalu kedap udara.

ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Usia :
Alamat : Pekerjaan :
No. Telp :

Suami :
Pekerjaan :
No. Telp :

2. Riwayat Kesehatan
a. RKD: Adanya riwayat abortus, SC pada persalinan sebelumnya
b. RKS: Distosia (kesulitan persalinan), Penyakit jantung, eklampsia, Fetal distres , Janin berhenti berotasi, Posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse, Ketidakmampuan mengejan, Keletihan, Kala II yang lama
c. RKK : Adanya penyakit keturunan (jantung)
d. Riwayat Obstetri
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
Eliminasi : Retensi urine, Makanan/cairan
Seksualitas : adanya laserasi servik uteri dan vagina
Pada janin/bayi
- DJJ sebelum forsep dipasang.
- DJJ sebelum traksi dipasang setelah forsep dipasang.
- Fraktur tengkorak, subdural hematoma, edema
- Perdarahan intrakranial
- Adanya lecet dan abrasi pada pemasangan bilah/laserasi kulit kepala
- Paralisis fasial

II. ANALISA DATA
NO
DATA PENUNJANG
MASALAH KEPERAWATAN
1.
DO:
- hipotensi
- peningkatan frekuensi nadi
- penurunan tekanan nadi
- urin menurun/terkonsentrasi
- penurunan pengisian vena
- perubahan mental
Kekurangan volume cairan
2.
DO:
- laserasi kemerahan
- adanya pus pada laserasi
- leukosit meningkat
Resti infeksi
3.
- adanya perdarahan
- adanya laserasi serviks uteri dan vagina
Resti cedera
4.
- meminta informasi
- pernyataan salah konsep
- perilaku berlebihan
Kurang pengetahuan
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan.
2. Resti infeksi b.d prosedur invasif, kerusakan kulit, penurunan Hb, pemajanan terhadap patogen.
3. Resti cedera b.d trauma jaringan, perubahan motilitas, efek-efek obat/penurunan sensasi.
4. Kurang pengetahuan.

IV. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa I : Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskular berlebihan.
Tujuan: Mendemonstrasikan kestabilan/perbaikan kseimbangan cairan.
Kriteria hasil:TTV stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat, dan haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual.

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan factor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi (mis: laserasi, fragmen plasenta tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amniotic, atau retensi janin mati selama lebih dari 5 mgg).
Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut; simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.


Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua tepat di atas simfisis pubis.

Perhatikan hipotensi atau takikardi, pelambatan pengisian kapiler, atau sianosis dasar kuku, membrane mukosa, dan bibir.


Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan baji arteri pulmonal, bila ada.
Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.



Pertahankan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan klien.


Pantau masukan dan haluaran; perhatikan berat jenis urin.



Hindari pengulangan / gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan vaginal dan/atau rectal.
Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis.
Kaji terhadap nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina. Berikan tekanan balik pada laserasi labial atau perineal.
Pantau klien dengan akreta plasenta (penetrasi sedikit dari miometrium dengan jaringan plasenta), HKK, atau abrupsio plasenta terhadap tanda-tanda KID.

Kolaborasi
Mulai infuse 1 atau 2 I.V. dari cairan isotonic atau elektrolit dengan kateter 18G atau melalui jalur vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (missal: plasma, kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi.
Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
- oksitosin, metilergononovin maleat, prostaglandin F2ά.



- Magnesium sulfat (MgSO4)



- Heparin


- Terapi antibiotic (berdasarkan pada kultur dan sensitivitas terhadap lokhia)



- Natrium bikarbonat.

Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi:
- Hb dan Ht


- Kadar pH serum


- Trombosit, FDP, fibrinogen, dan APTT.
- Pasang kateter urinarius indwelling.


Bantu dengan prosedur-prosedur sesuai indikasi:
- separasi manual dan penglepasan plasenta


- pemasangan kateter indwelling besar ke dalam kanal servikal.







- Penempatan kembali uterus atau tampon bila inverse kira-kira akan terjadi.

Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi, missal, penggalian/perbaikan untuk menutup sobekan, laserasi atau pelebaran episiotomi, evakuasi hematoma, dilatasi dan kuretase (D dan K), ligasi bilateral dari arteri hipogastrik, histerektomi sepraservikal, atau histerektomi abdominal segera.


Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan kesempatan untuk mencegah atau membatasi terjadinya komplikasi.




Perkiraan kehilangan darah, arterial versus vena; dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian. (1 gram peningkatan berat pembalut sama dengan kira-kira 1ml kehilangan darah.
Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan di atas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan pada TD tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30%-50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan pengisian.

Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan posisi yang tepat meningkatklan aliran balik vena, menjamin persediaan darah ke otak dan organ vital lainnya lebih besar.
Mencegah aspirasi isi lambung dalam kejadian di mana sensorium berubah dan atau intervensi pembedahan diperlukan.
Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar.
Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal atau perineal atau hematoma terjadi.

Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik.
Hematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada laserasi jalan lahir.

Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan plasenta secara manual yang dapat mengakibatkan koagulopati.



Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.




Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan miometrium, menutup sinus vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada adanya atoni.
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan MgSO4 memudahkan relaksasi uterus selama pemeriksaan manual.
Bila cara-cara lain gagal, heparin dapat digunakan dengan kewaspadaan untuk menghentikan siklus pembekuan.
Antibiotik bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau mungkin diperlukan untuk infeksi disebabkan atau diperberat pada subinvolusi uterus atau hemoragi.

Mungkin perlu untuk memperbaiki asidosis


Membantu dalam menentukan jumlah kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5 mgHb.
Pada syok lama, hipoksia jaringan dan asidosis dapat terjadi sebagai respon terhadap metabolisme anaerobik.
Membantu menentukan beratnya masalah dan efek dari terapi.
Memberikan pengkajian lebih akurat terhadap fungsi ginjal dan perfusi relatif volume cairan.



Hemoragi berhenti bila fragmen-fragmen plasenta dilepaskan dan uterus berkontraksi, menutup sinus-sinus vena.
Beberapa pemeriksaan telah melaporkan keberhasilan dalam pengontrolan hemoragi yang disebabkan oleh implantasi plasenta ke dalam segmen servikal nonkontraktil dengan menempatkan kateter indwelling dalam kanal servikal dan mengisi balon dengan larutan salin 60 ml untuk bekerja sebagai tamponade.
Penempatan kembali uterus memungkinkan uterus berkontraksi, menutup sinus-sinus vena dan mengontrol perdarahan.
Perbaikan pembedahan terhadap lasersi/episiotomi, insisi/evakuasi hematoma, dan pengangkatan jaringan tertahan akan menghentikan perdarahan. Histerektomi abdominal segera diindikasikan untuk perlekatan plasenta abnormal.

Diagnosa 2 : Resti infeksi b.d prosedur invasif, kerusakan kulit, penurunan Hb, pemajanan terhadap patogen
Tujuan : Bebas dari infeksi.
Pencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi.
INTERVENSI
MASALAH KEPERAWATAN
Mandiri
Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya.


Kaji terhadap tanda/gejala infeksi (mis. peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina.
Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam.

Kolaborasi
Lakukan persiapan kulit praoperatif, scruc sesuai protokol.

Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
Catat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht), catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan.
Berikan antibiotik spektrum luas parenteral pada praoperasi.

Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial risiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk.
Infeksi dapat mengubah penyembuhan luka.


Menurunkan resiko infeksi asenden.



Menurunkan resiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan risiko infeksi pascaoperasi.
Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.
Risiko infeksi pasca-melahirkan dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi, atau sebagai pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi.

Diagnosa 3: Resti cedera b.d trauma jaringan, perubahan motilitas,efek-efek obat/penurunan sensasi
Tujuan : Bebas dari cedera
INTERVENSI
MASALAH KEPERAWATAN
Mandiri
Lepaskan alat prostetik (mis, lensa kontak, gigi palsu/kawat gigi) dan perhiasan.
Tinjau ulang catatan persalinan, perhatikan frekuensi berkemih, haluaran, penampilan, dan waktu berkemih pertama.
Pantau haluaran dan warna urin setelah insersi kateter indwelling. Perhatikan adanya darah dan urin.

Kolaborasi
Dapatkan specimen urin untuk analisis rutin, protein, dan berat jenis.


Menurunkan resiko cedera kecelakaan.


Dapat menandakan retensi urin atau menunjukkan keseimbangan cairan atau dehidrasi pada klien yang sedanga bersalin.
Menunjukkan tingkat hidrasi, status sirkulasi dan kemungkinan trauma kandung kemih.


Risiko meningkat pada klien bila proses infeksi atau keadaan hipertensif ada.

Diagnosa 4: Kurang pengetahuan
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang indikasi ekstraksi forsep/vakum.
Mengenali ini sebagai metode alternatif kelahiran bayi.
INTERVENSI
MASALAH KEPERAWATAN
Mandiri
Kaji kebutuhan belajar









Catat tingkat stress dan apakah prosedur direncanakan atau tidak.

Berikan informasi akurat dengan istilah-istilah sederhana. Anjurkan pasangan untuk mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan pemahaman mereka.
Tinjau ulang indikasi-indikasi terhadap pilihan alternatif kelahiran.



Gambarkan prosedur sebelum tindakan dengan jelas, dan berikan rasional dengan tepat.
Berikan penyuluhan setelah tindakan, termasuk instruksi latihan kaki, batuk dan napas dalam.
Diskusikan sensasi yang diantisipasi selama melahirkan dan periode pemulihan

Metode kelahiran ini didiskusikan pada kelas persiapan melahirkan anak, tetapi banyak klien gagal untuk menyerap informasi karena ini tidak mempunyai makna pribadi pada waktunya. Klien yang mengalami lagi kelahiran melalui ekstraksi forsep/vakum tidak dapat mengingat dengan jelas atau memahami detil-detil melahirkan sebelumnya.
Mengidentifikasi kesiapan klien/pasangan untuk menerima informasi.
Memberikan informasi dan mengklarifikasi kesalahan konsep. Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi pemahaman klien/pasangan terhadap situasi.
Perkiraan satu dari 5 atau 6 kelahiran melalui ekstraksi forsep/vakum, seharusnya dilihat sebagai alternative bukan cara yang abnormal, untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan maternal/janin.
Informasi memungkinkan klien mengantisipasi kejadian dan memahami alasan intervensi/tindakan.
Memberikan teknik untuk mencegah komplikasi yang berhubungan dengan stasis vena dan pneumonia hipostatik.

Mengetahui apa yang dirasakan dan apa yang “normal” membantu mencegah masalah yang tidak perlu.


DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Bedah Kebidanan.1989. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan.2006. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
Doenges, Marilynn E. Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2. 2001. Jakarta:EGC.
Bobak. Buku Ajar Keperawatan Mataternitas, Edisi 4. 2004. Jakarta:EGC.





EKLAMSIA

1. Definisi
Eklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang serius, dan dapat dikarakteristikkan dengan adanya kejang. Biasanya eklamsia merupakan lanjutan dari pre- eklamsia walaupun kadang – kadang tidak diketahui terlebih dahulu. Definisi lain dari eklamsia adalah onset baru hipertensi gestasi yang diikuti dengan kejang grand mal (Zeeman, Fleckenstein, twickler,& Cunningham,2004), dan kejang pada pre-eklampsia yang tidak bisa dikaitkan dengan penyebab lain (Abbrescia & Sheridan,2003). Kejang pada eklampsia tidak berhubungan dengan kondisi otak dan biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan.

2. Etiologi
Eklamsia dapat terjadi apabila pre-eklampsia tidak ditangani, sehingga penyebab dari eklampsia sama dengan penyabab pre-eklampsia. Ada beberapa factor resiko predisposisi tertentu yang dikenal, antara lain:
Status primigravida
Riwayat keluarga pre-eklamsia atau eklamsia
Pernah eklamsia atau pre-eklamsia
Suami baru
Usia ibu yang ekstrem (<> 35 tahun)
Sejak awal menderita hipertensi vascular, penyakit ginjal atau autoimun
Diabetes Mellitus
Kehamilan ganda

3. Manifestasi Kinis
Gejala dan tanda yang terdapat pada pasien eklamsia berhubungan dengan organ yang dipengaruhinya, antara lain yaitu: Oliguria (kurang dari 400ml/24 jam atau urin tetap kurang dari 30 ml/jam, Nyeri Epigastrium, Penglihatan kabur, Dyspnea, Sakit kepala, Nausea dan Vomitting, Scotoma, dan Kejang.
Kebanyakan kasus dihubung-hubungkan dengan hipertensi dikarenakan kehamilan dan proteinuria tapi satu – satunya tanda nyata dari eklamsia adalah terjadinya kejang eklamtik, yang dibagi menjadi empat fase.
I. Stadium Premonitory
Fase ini biasanya tidak diketahui kecuali dengan monitoring secara konstan, mata berputar – putar ketika otot wajah dan tangan tegang.
II. Stadium Tonik
Segera setelah fase premonitory tangan yang tegang berubah menjadi mengepal. Terkadang ibu menggigit lidah seiring dengan ibu mengatupkan gigi, sementara tangan dan kaki menjadi kaku. Otot respirasi menjadi spasme, yang dapat menyebabkan ibu berhenti bernafas. Stadium ini berlangsung selama sekitar 30 menit.
III. Stadium Klonik
Pada fase ini spasme berhenti tetapi otot mulai tersentak dengan hebat. Berbusa, saliva yang bercampur sedikit darah pada bibir dan kadang – kadang bisa menarik nafas. Setelah sekitar dua menit kejang berhenti, menuju keadaan koma, tapi beberapa kasus menuju gagal jantung.
IV. Stadium coma
Ibu tidak sadar, suara nafas berisik. Keadaan ini bisa berlangsung hanya beberapa menit atau bahkan dpat menetap sampai beberapa jam.

4. Patofisiologi
Pada kehamilan normal, volume vascular dan cardiac output meningkat. Meskipun meningkat, tekanan darah tidak normal pada kehamilan normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena wanita hhamil menjadi resisten terhadap efek vasokonstriktor, seperti angitensin II. Tahanan vascular perifer meningkat karena efek beberapa vasodilator seperti prostacyclin (PGI2), prostaglandin E (PGE), dan endothelium derived relaxing factor(EDRF). Rasio tromboxan dan PGI2 meningkat. Tromboxane diproduksi oleh ginjal dan jaringan trophoblastic, menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi platelet.
Vasospasme menurunkan diameter pembuluh darah, yang akan merusak sel endothelial dan menurunkan EDRF. Vasokonstriksi juga akan mengganggu darah dan meningkatkan tekanan darah. Hasilnya, sirkulasi ke seluruh organ tubuh termasuk ginjal, hati, otak, dan placenta menurun.
Perubahan – perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:
§ Penurunan perfusi ginjal menyebabkan penurunan glomerular filtration rate (GFR); sehingga urea nitrogen darah, kreatinin, dan asam urat mulai meningkat.
§ Penurunan aliran darah ke ginjal juga menyebabkan kerusakan ginjal. Hal ini menyebabkan protein dapat melewati membrane glomerular yang pada normalnya adalah impermeable terhadap molekul protein yang besar. Kehilangan protein menyebabkan tekanan koloid osmotic menurun dan cairan dapat berpindah ke ruang intersisial. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya edema dan penurunan volume intravascular, yang meningkatkan viskositas darah dan meningktanya hematokrit. Respon untuk mengurangi volume intravascular, angiotensin II dan aldosteron akan dikeluarkan untuk memicu retensi air dan sodium. Terjadilah lingkaran proses patologik: penambahan angiotensin II semakin mengakibatkan vasospasme dan hipertensi; aldosteron meningkatkan retensi carian dan edema akan semakin parah.
§ Penurunan sirkulasi ke hati mengakibatkan kerusakan fungsi hati dan edema hepatic dan perdarahan sibcapsular, yang dapat mengakibatkan hemorrhagic necrosis. Di manifestasikan dengan peningkatan enzim hati dalam serum ibu.
§ Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan tekanan yang akan menghancurkan dinding tipis kapiler, dan perdarahan kecil cerebral. Gejala vasospasme arteri adalah sakit kepala, gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur, spot, dan hiperaktif reflek tendon dalam.
§ Penurunan tekanan koloid onkotik dapat menyebabkan bocornya kapiler pulmonal mengakibatkan edema pulmonal. Gejala primer adalah dyspnea
§ Penurunan sirkulasi plasenta mengakibatkan infark yang meningktakan factor resiko abruptio placentae dan DIC. Ketika aliran darah maternal melalui placenta berkurang, mengakibatkan pembatasan perkembangan intrauterine janin dan janin mengalami hipoksemia dan asidosis.

5. WOC (telampir)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Albuminuria : +2 atau +4
Proteinuria : (5 g dalam urine 24 jam atau +3 atau lebih pada dipstick)
Nitrogen urea darah (BUN) : kurang dari 10
Kreatinin serum : meningkat
Klirens kreatinin : 130-180
Trombositopenia : (Trombosit < name="TT7">ASUHAN KEPERAWATAN pasien Eklamsia

I. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Usia :
Alamat : Pekerjaan :
No. Telephone :

Suami :
Pekerjaan :
No.Telephone :

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu: Pernah mengalami pre-eklampsia, Pernah mengalami eklampsia, Hipertensi vascular, Diabetes Mellitus, Penyakit ginjal.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang: Kehamilan Ganda, Mola Hidatidosa, Nyeri kepala di daerah frontal, Penglihatan kabur, Scotoma, Muntah , Mual keras, Nyeri di epigastrium, Hiperrefleksia, Kejang, Dyspnea
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
- Ada keluarga yang juga mengalami pre – eklampsia
- Keluarga mengalami eklampsia
d. Riwayat Obstetri
G2 P1 H1 A0
Anak
Ke
Lahir
BB
Keluhan
Keterangan
1
Cecsio caesarea
2,5 kg
Anak lahir premature pada usia kehamilan 8 bulan
Ibu mengalami pre eklamsia

Riwayat menstruasi:
- Ibu pertama kali mendapatkan menstruasi pada umur 12 tahun
- Setelah 3 bulan menstruasi ibu mulai teratur, ibu tidak mengalami keluhan selama menstruasi

Riwayat KB: Ibu tidak menggunakan KB

Riwayat Konsumsi: Ibu menyukai makanan bergaram

3. Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital : TD: Sistolik > 160 mmHg P: <> 110 mmHg S: 40oC
MAP: 160/110 = 127
N: <> Rabas vagina berair
Ø Cairan menetes secara berkala atau terpancar secara tiba-tiba
Ø Cairan terlihat pada introitus
Ø Tidak ada kontraksi dalam 1 jam
Amnionitis
Ø Rabas vagina berair dan berbau busuk setelah gestasi 22 minggu
Ø Demam/menggigil
Ø Nyeri abdomen

Ø Riwayat kehilangan cairan
Ø Nyeri tekan uterus
Ø DJJ cepat
Ø Pendarahan pervagina ringan
Vaginitis
Ø Rabas vagina berbau busuk
Ø Tidak ada riwayat kehilangan cairan
Ø Gatal
Ø Rabas berbusa / warna didih
Ø Nyeri abdomen
Ø Disuria
Kemungkinan persalinan term / preterm
Rabas vagina berair atau lendir bercampur darah
Ø Pembukaan dan pelunakan serviks
Ø Kontraksi
Hemoragik antepartum
Rabas vagina berdarah
Ø Nyeri abdomen
Ø Kehilangan pergerakan pada janin
Ø Pendarahan pervaginam
I. 5. Pemeriksaan Penunjang
o Letakan Pembalut pada vulva dan periksa pembalut tersebut (secara visual dan melalui baunya) satu jam kemudian
o Gunakan spekulum yang disinfeksi tingkat tinggi untuk pemeriksaan pervagina :
Ø Cairan dapat terlihat berasal dari servik atau membentuk genangan di forniks posterior.
Ø Minta ibu untuk batuk karena hal ini dapat menyebabkan cairan memancar.
o Pemeriksaan leukosit darah : > 15.000/mm3 bila terjadi infeksi ( N : 5000-9000), suhu > 38 oC, takikardi.
o Pemeriksaan nitrazin : bergantung pada fakta bahwa sekresi vagina dan urin bersifat asam sementara cairan amnion bersifat basa. Pegang satu lembar kertas nitrazin pada hemostat dan sentuhkan kertas tersebut ke genangan cairan di ujung spekulum. Perubahan warna kertas kuning menjadi biru menunjukan alkalinitas ( adanya cairan amnion). Darah dan beberapa infeksi vagina memberi hasil positif palsu.
o Amniosentesis
o USG : menentukan usia kehamilan dan indeks cairan amnion berkurang.
o Penentuan volume cairan ketuban bisa membantu dalam mengidentifikasi pasien dengan peningkatan resiko gawat janin.
o Pemeriksaan servik bila telah ada kontraksi yang sakit dan teratur.

I. 6. Terapi
Penatalaksanaan Umum :
- Konfirmasikan keakuratan perhitungan usia gestasi
- Gunakan spekulum yang disinfeksi tingkat tinggi untik mengkaji rabas vagina (jumlah, warna, bau ) dan singkirka diagnosa inkontinensia urine
- Jika terdapat pendarahan per-vagina dengan nyeri abdomen konstan, curigai terjadinya abrupsio plasenta
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi ( demam, rabas vagina berbau busuk) berikan antibiotik
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi dan kehamilan kurang dari 37 minggu (janin imatur) :
• Berikan anti biotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan neonatus karena infeksi dan memperlambat pelahiran
# Eritromisin 250 mg per oral tiga kali sehari selama 7 hari
# Ditambah amoksilin 500 mg per oral tiga kali sehari selama 7 hari
• Pertimbangkan memindahkan beyi ke layanan yang paling tepat untuk perawatan bayi baru lahir jika mungkin
• Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk meningkatkan kematangan paru janin
• Lakukan induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin pada gestasi 37 minggu dan berikan antibiotik profilaksis untuk membantu mengurangi infeksi streptokokus pada neonatus walaupun ibu telah mendapatkan antibiotik sebelumnya.
• Jika kontraksi teraba dan terdapat rabas lendir bercampur darah, curigai terjadi persalinan preterem
- Jika terdapat tanda-tanda infeksi dan usia kehamilan 37 minggu atau lebih ( matur )
• Jika ketuban pecah lebih dari 18 jam, berikan penisilin atau ampisilin profilksis untuk membentu mengurangi infeksi streptokokus grup B pada neonatus. Jika terdapat tanda-tanda infeksi setelah pelahiran hentikan pemberian antibiotik
• Kaji servik :
# Jika kondisi servik baik ( lunak, tipis, membuka sebagian ) lakukan induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin
# Jika kondisi servik tidak baik ( keras, tebal, tertutup ), matangkan servik dengan menggunakan prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan janin melalui sesaria.

ASUHAN KEPERAWATAN KPD

1. Pengkajian
> Sirkulasi. Kehilangan darah yg keluar bersamaan dg rabasan vagina, .
Hipertensi, penyakit jantung seblumnya.
> Integritas Ego : Peka rangsang, sangat cemas dan ketakutan
> Makanan / cairan : Ketidak adekuatan nutrisi, mual / muntah
> Nyeri / Ketidaknyamanan :
Pengeluaran rabas vagina warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan dalam jumlah sedikit-sedikit atau sekaligus banyak. Kemungkinan tidak ada kontraksi yang dapat diraba atau kontraksi yang dapat diraba. Dapat disertai demam > 38 oC.. Kontraksi uterus yang lemah ( his + atau his - ).
> Keamanan
Dilatasi servik, penurunan janin, dan prolap tali pusat
Kekeringan cairan ketuban.
Bayi praterm atau kecil untuk usia gestasi ( kemungkinan untuk persalinan cepat / Persalinan prematur ).
Janin dalam malposisi
Servik mungkin kaku/tidak siap
> Seksualitas
Primipara atau multipara
Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramion, gestasi multipel, janin besar . Peningkatan tekanan intrauterin
Infeksi genitalia

2. Pemeriksaan Diagnostik
Tes pranatal : dpt memastikan polihidramion, janin besar, gestasi multipel
Tes kontraksi : mengkaji keejahteraan janin
Ultrasound : Menentukan usia kehamilan dan indeks cairan amnion
Pemeriksaan jumlah sel leukosit darah: penentu terjadinya infeksi
Pemeriksaan spekulum: pengkajian rabas vagina ( jumlah, warna & bau )
Pemeriksaan Nitrazin : Penentuan sekresi vagina atau cairan amnion
3. Diagnosa Keperawatan
Ø Resti infeksi b. d Pe↑ pemajanan lingkungan, pecah ketuban amniotik
Ø Kerusakan pertukaran gas pada janin b. d kompresi mekanis kepala/tali pusat, penurunan perfusi plasenta.
Ø Resti infeksi thdp maternal b. d pemajanan patogen dan pecah ketuban.
Ø Resiko tinggi cidera pada janin b. d malpersentasi dan pencetus kelahiran,
Ø Resiko tinggi cidera pada maternal b. d obstruksi mekanis, penurunan otot dan keletihan maternal.
Ø Kerusakan pertukaran gas b. d ketidakadekuatan kadar surfaktan, imaturitas otot anteriol pulmonal dan imaturitas sistem saraf pusat (SSP).
Ø Gangguan rasa nyaman : nyeri b. d kejadian yang cepat, kontraksi otot kuat ; isu-isu psikologis.
Ø Berduka b. d kematian janin/byi
Ø Asientas ( ketakutan b. d krisis situasional, ancaman yang dirasakan pada klien/janin dan penyimpangan yang tidak diantisipasi dari harapan.

4. Intervensi Keperawatan
1. Resti infeksi b. d Pe↑ pemajanan lingkungan, pecah ketuban amniotik
Kriteria hasil : Bebas dari infeksi
Intervensi
Rasional
Mandiri
Berikan sebanyak mungkin privasi dalam kasus kelahiran diluar rumah sakit yang tidak direncanakan. Siapkan alas melahirkan yang bersih dengan menggunakan handuk bersih, pakaian yang dibalik,/koran yg tidak dipakai letakan dibawah bokong.

Cuci tangan, kenakan sarung tangan steril, tempatkn handuk seril dibawah bokong, semprotkan larutan povidon-iodin ( betadin ) ke perineum bila wkt memungkinkan di RS.

Bungkus tali pusat yang berada di vulva dengan kain hangat yg dilapisi plastik bila terjadi prolap tali pusat

Kolaborasi
Angkat kain penghalas / koran bila basah

Catat waktu pecah ketuban. Perhatikan jumlah dan warna darinase.

Menurunkan kemungkinan kontaminasi






Menurunkan kemungkinan infeksi pasca melahirkan.




Untuk menghindari terpajanya dengan kuman patogen.



Menghambat media yang dapat mendukung pertumbuhan patogen

Pecah ketuban dapat meningkatkan resiko infeksi asenden. Karakteristik drainase dapat menandakan adanya infeksi.

2. Resti cidera pada janin b. d malpersentasi, pencetus kelahiran. Dan KPD
Tujuan : Berpartisipasi dalam intervensi untuk memperbaiki pola persalinan dan menurunkan faktor resiko yang teridentifikasi.
Kriteria hasil : menunjikan denyut jantung janin ( DJJ ) batas normal
Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji DJJ secara manual/elektronik. Perhatikn variablitas, perub periodik, dan frekuensi dasar. Bila pada pusat kelahiran alternatif (PKA), periksa irama jantung janin antara kontraksi dg menggunakan doptone. Jlhkn slm 10 mnt, istirahatkan slm 5 mnt dan jlhkn lg 10 mnt. Lanjutkan pola ini spanjang kontraksi sampai prtengahn dian-taranya dan setelah kontraksi.

Perhatikan tekanan uterus selama istirahat dan fase kontraksi melalui kateter tekanan intrauterus bila tersedia.

Identifikasi faktor-faktor maternal dehidrasi, asidosis, asientas atau sindrom vena kava.


Kolaborasi
Perhatikan frekuensi kontraksi uterus. Beri tahu dokter bila frekuensi 2 mnt atau kurang.

Kaji malposisi dengan menggunakan manuver Leopold dan temuan pemeriksaan internal (lokasi fontanel dan sutura kranial). Tinjau ulang hasil ultrasonografi.
Pantau penurunan janin pada jalan lahir dalam hubungannya dengan kolumna vetebralis iskial.


Atur pemindahan pada lingkungan perawatan akut bila malposisi dideteksi pada klien PKA.

Siapkan untuk metode melahirkan yang palin layak, bila janin pada persentase kening, wajah atau dagu.

Kaji terhadap henti transversa dalam dari kepala janin.




Biarkan klien memilih posisi tangan dan lutut atau posisi sim lateral pada sisi berlawanan di mana oksiput janin diarahkan bila janin pada posisi Op.


Perhatikan warna dan jumlah cairan amnion bila pecah ketuban.








Observasi terhadap prolap tali pusat samar atau dapat dilihat bila pecah ketuban dan untuk deselerasi variabel pada strip pemantauan, khususnya bila janin pada persentasi bokong.

Perhatikan bau perubahan warna cairan amnion pada pecah ketuban lama.


Dapatkan kultur bila temuan abnormal.
Berikan antibiotik pada klien sesuai indikasi.

Siapkan untuk melahirkan pada posisi posterior, bila janin gagal memutar dari op ke oa ( wajah ke pubis). Sedangkan penggunaan ganda forsep dapat digunakan untuk memutar dan melahirkan janin.

Siapkan untuk melahirkan sesar bila persentasi bokong terjadi, janin gagal turun, kemajuan persalinan berhenti atau teridentifikasi CPD.


Mendeteksi respon abnormal, seperti variabelitas yang dilebih-lebihkan, bradikardi dan takikardi yang mungkin disebabkan oleh stres, hipoksia, asodosis atau sepsis







Tekanan istirahat >30mmHg / tekanan kontraksi >50mmHg menurunkan/ mengganggu oksigenasi dlm ruang intravilos.

Kadang-kadang, prosedur sderhana (spt membalikan klien ke posisi rekumben lateral) meningkatkan sirkulasi darah dan oksigen ke uterus dan plasenta serta mencegah/memperbaiki hipoksia janin.

Kontraksi yg terjadi tiap 2 mnt kurang tidak mungkinkan Oksigenasi adekuat dari ruang intravilos

Menentukan pembaringan janin, posisi, dan persentasi dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang memperberat disfungsional persalinan.

Penurunan yang kurang dari 1 cm/jam untuk primipara tau kurang 2 cm/jam untuk multipara, dapat menandakan KPD atau mal posisi.

Resiko cidera atau kematian janin meningkat dengan melahirkan pervaginam bila persentasi verteks

Persentasi ini meningkatkan resiko KPD, karena diameter lebih besar dari tengkorak janin masuk ke pelvis .

Kegagalan verteks untuk memutar penuh dari posisi oksiput posterior ke posisi oksiput anterior dapat mengakibatkan posisi transversa, penghentian persalinan dan kebutuhan kelahiran sesaria.

Posisi ini mendorong pemutaran anterior dengan memungkinkan kolumna vetebralis janin turun ke arah anterior dinding abdomen klien (70 % janin pada posisi OP memutar secara spontan).

Kelebihan volume amnion menyebabkan distensi uterus berlebihan yang dihubungkan dengan anomali janin. Cairan amnion mengandung mekonium pada persentasi verteks diakibatkan dari hipoksia yang menyebabkan stimulasi vagal dan relaksasi sfingter anal. Tidak adanya karakteristik cairan amnion mewaspadakan staf terhadap potensial kebutuhan bayi baru lahir.
Prolap tali pusat lebih memungkinka terjadi pada persentase bokong, karena begian perentase tidak menonjol kuat, juga tidak secara total memblok tulang seperti pada presentase verteks.

Infeksi asenden dan sepsis disertai dengan takikardi dapat terjadi pada pecahan ketuban lama.

Mencegah/ mengatasi infeksi asenden dan akan melindungi janin juga.


Melahirkan dalam posisi posterior mengakibatkan insiden lebih tinggi dari laserasi maternal. Melahirkan dengan menggunakan aplikasi ganda forsep.


.

3. Kerusakan pertukaran gas pada janin b. d kompresi mekanis kepala/tali pusat, penurunan perfusi plasenta.
Tujuan : - Mempertahankan kontrol pernafasan
- Menggunakan posisi yang meningkatkan aliran balik vena/ sirkulasi plasenta.
Kriteria hasil : Bebas dari variabel atau deselerasi lanjut dengan DJJ DBN
Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji station janin, dan posisi. Bila janin pada posisi posterior oksiput, tempatkan klien menyamping.









Posisikan klien pada rekumben lateral atau posisi tegak atau miring dari sisi ke sisi sesuai indikasi



Hindari menempatkan klien pada posisi dorsal rekumben


Kaji pola pernafasan klien. Perhatikan laporan sensasi kesemutan dari wajah atau tangan, pusing atau spasme karpopedal.




Kaji DJJ, dengan fetoskop atau monitor janin, selama dan setelah setiap kontraksi atau upaya mendorong

Pantau perubahan periodik DJJ terhadap deselerasi berat, sedang atau lama. Perhatikan adanya deselerasi variabel atau lambat.



Perhatikan variabilitas DJJ jangka pendek dan jangka panjang

Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan vagina steril, rasakan prolap. Bila prolap ada, angkat verteks dari tali pusat.

Pindahkan pada lingkungan perawatan akut, bila klien pad pusat kelahiran alternatif.


Pantau DJJ secara elektronik dengan lead internal. Bila bradikardi berat, muncul deselerai lambat atau deselerasi variabel lama :


• Posisikan klien pada posisi miring kiri, tingkatkan cairan IV biasa.
• Berikan Oksigen pada klien





• Bantu sesuai kebutuhan pada pengambilan sampel kulit kepala janin intermiten

• Siapkan untuk intervensi bedah bila kelahiran spontan pervaginam atau melahirkan dengan forsep tidak memungkinkan


Janin sangat rentan pada bradikadi dan hipoksia, yang dihubungkan dengan stimulasi vagal selama kompresi kepala. Malpresentasi seperti wajah, dagu atau kening dapat memperlambat persalinan dan meningkatkan resiko terhadap hipoksia dan kemungkinan perlunya kelahiran sesaria. Posisi posterior meningkatkan durasi persalinan. Posisi rekumben lateral memudahkan rotasi dari posisi posterior oksiput ke posisi anterior oksiput.

Meningkatkan perfusi plasenta, mencegah sindrom hipotensif supine, dan memindahkan tekanan dari bagian presentasi dari tali pusat, meningkatkan oksigenasi janin menperbaiki pola DJJ

Menimbulkan hipoksia dan asidosis janin, menurunkan dasar variabilitas dan sirkulasi plasenta.

Mengidentifikasi pola pernafasan tidak efektif. Pada awalnya, hiperventilasi mengakibatkan alkalosis respiratorik dan meningkatkan PH serum, menuju akhir persalinan, pH turun dan asidosis terjadi karena asam laktat yang dibentuk dari aktivitas miometrik

Deselerasi dini karena stimulasi vegal dari kopresi kepala harus kembali pada pola dasar diantara kontraksi

Deselerasi variabel meandakan hipoksia karena kemungkinan terjebaknya tali pusat atau pada tali pusat nukal atau pendek.Deselerasi lambat menandakan insufisiensi uteroplasenta, yang tidak boleh dizinkan bila menetap selama lebih dari 30 ment.
Rata-rata perubhan denyut per denyut harus direntang dari 6 sampai 10 dpm, menandakan integritas SSP janin.

Peninggian verteks membantu membebaskan tali pusat, yang dapat ditekan diantara bagian presentasi dan jalan lahir.
Pada kasus bradikardi atau penurunan variabilitas DJJ, pemantauan lebih invasif, peralatan perawatan akut atau kelahiran sesaria dapat dilakukan.

Pemantauan elektronik memungkinkan pengkajian akurat dan kontiniu. Elektroda kulit kepala langsung secara akurat mendeteksi respon janin abnormal dan penurunan pada variabilitas denyut per denyut.
Meningkatkan volume darah sirkulasi ibu dan perfusi plasenta

Meningkatkan ketersediaan oksigen sirkulasi untuk ambilan janin. Selama tahap persalinan ini, naiknya proses metabolik meningkatkan konsumsi O2 dua kali kadar nomal.

Menentukan kecendrungan pada status asam basa janin. Selama tahap persalinan ini naiknya proses metabolik meningkatkan konsumsi O2 dua kali kadar normal.
Cara kelahiran yang cepat harus diimplementasikan bila janin mengalami hipoksia atau asidosis berat atau tidak pulih.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA IBU DENGAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI

1. POLIP SERVIK
Umumnya bertangkai, berasal dari mucosa intracervikal tapi kadang-kadang dapat pula tumbuh dari daerah portio.

Makroskopis
Dapat tunggal atau multipel dengan ukuran beberapa sentimeter, warna kemerah-merahan dan rapuh. Kadang-kadang tangkainya jadi panjang sampai menonjol dari introitus. Kalau asalnya dari portio konsistensinya lebih keras dan pucat dengan tangkai yang tebal.

Tanda dan Gejala
Sering tidak memberikan gejala apa-apa dan baru diketahui pada pemeriksaan rutin lainnya. Kalu besar dapat menyebabkan fluor dan perdarahan intermenstrual atau perdarahan kontak setelah koitus. Mengejan terlalu kuat seperti waktu defekasi dapat pula menyebabkan perdarahan. Seringkali gejala-gejalanya mirip dengan carsinoma pada stadium awal.

Terapi :
- Ekstirpasi (+ curetase)
- Cauterisasi

2. MIOMA UTERI
Pengertian
Mioma Uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri juga dikenal dengan istilah fibromioma karsinoma atau pun fibroid.
Miometrium merupakan berkas-berkas otot polos yang tersusun saling beranyaman, yang diantaranya terdapat pembuluh darah. Keadaan patologik yang sering ditemukan pada miometrium ialah tumor jinak jenis mioma uteri dan terdapatnya di endometrium diantara serabut miometrium (adenomiosis). Sedang yang ganas (leiomiosarkoma), jarang ditemukan.



Patologi Anatomi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hany 1-3% sisanya adalah dari korpus uteri. Besar tumor dapat bermacam-macam, dapat kecil (< 1 cm) atau besar sekali sampai beberapa kilogram. Bila kecil seringkali ditemukan secara kebetulan pada hasil histerektomi. Mioma uteri dapat ditemukan didaerah korpus uteri ataupun di serviks uteri. Mioma uteri yang servikal, bila terletak disebelah anterior akan menyebabkan desakan pada vesika urinaria. Vesika urinaria berubah letaknya terhadap uretra, sehingga mengakibatkan retensi urine. Bila didiamkan, maka dapat berakibat terjadinya sistitis (infeksi vesika urinaria) sampai hidronefrosis.

Menurut letaknya, mioma dibagi menjadi 3 macam yaitu :
1. Mioma uteri Subserosum
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri. Dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum, dan disebut sebagai mioma intraligamen. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal, sebagai suatu massa. Perlekatan dengan omentum disekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai mioma jenis parasitik.
Apabila terjadi putaran pada tangkai yang diikuti dengan bangunan di sekitarnya, maka akan timbul rasa sakit yang sangat dan mendadak (abdomen akut) sehingga penderita dapat syok. Putaran yang terjadi tidak lengkap, bisa menyebabkan obstruksi pembuluh darah sehingga terjadi asites.

2. Mioma Uteri Intramural
Disebut juga mioma intrepitelial. Biasanya multipel. Apabila masih kecil, tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol. Uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadangkala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa, dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa.

3. Mioma Uteri Submukosa
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi seringkali memberi keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan, sehingga terapinya dilakukan histerektomi. Keadaan ini berbeda dengan jenis lainnya.
Mioma tumbuh menonjol kedalam kavum uteri, yang kemudian mengisi seluruh kavum uteri. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan besar kavum uteri. Bila tumor tumbuh dan bertangkai, maka tumor dapat keluar dan masuk kedalam vagina. Tangkai bisa menjadi sangat tipis dan akhirnya putus, sehingga tumor dilahirkan secara spontan. Macam mioma yang mengisi vagina tersebut mudah mengalami infeksi dan ulserasi.

Gejala Klinik
Gejala klinik tergantung besar dan letaknya tumor. Bila masih kecil letaknya intramural atau subserosa, tidak memberi keluhan apa-apa. Bila besar maka keluhan seringkali berupa rasa berat pada daerah perut diatas pubis. Bila tumor mengadakan penekanan pada rektum maka akan terjadi obstipasi. Penekanan pada vesika urinaria menyebabkan kencing yang kurang puas, karena urin masih tersisa. Adanya torsi akan menyebabkan rasa sakit yang sangat sehingga penderita dapat sampai syok. Perdarahan melalui vagina dikeluhkan para penderita dengan mioma uteri submukosa, yang kadang-kadang disertai anemia.
Tanda dan gejala yang dikeluhkan juga sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (servik, intramural, submukosum, subserosum), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.

Gejala tersebut dapat digolongkan :
Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menorragia dan dapat juga terjadi metrorrhagia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan antara lain :
- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah “hiperplasia endometrium” sampai adenokarsinoma endometrium
- Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa
- Atrofi endometrium diatas mioma submukosum
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.

Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan pula pertumbuhannya yang penyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenore.
Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma yang menekan pada kandung kemih mengakibatkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tekanan pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.

Histogenesis dan Penyebab
Belum ada persesuaian pendapat mengenai hal ini. Berdasarkan beberapa penelitian, diasumsikan bahwa tumor berasal dari pertumbuhan sel-sel miometrium yang imatur. Dikatakan pula bahwa estrogen memegang peran penting untuk terjadinya mioma uteri. Hal ini dikaitkan dengan :
- Mioma banyak ditemukan pada masa reproduksi
- Mioma mengecil pada waktu menopause dan pengangkatan ovarium
- Mioma banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Karenanya pada endometriumnya biasanya ditemukan suatu hiperplasia glandularis endometrium.

Makroskopik
Pada hasil histerektomi, terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi tumor kenyal keras. Bila terjadi degenerasi kistik, konsistensinya luinak. Bila terjadi kalsifikasi, konsistensi menjadi keras.

Mikroskopik
Terdiri atas serabut otot polos, yang tersusun padat saling beranyaman. Sel berbentuk lonjong, serta sama dengan inti lonjong.
Pada potongan melintang, sel berbentuk bulat dan polihedral, dengan inti bulat. Degenerasi hialin yang ditemukan berupa massa homogen, berwarna jambon tanpa mengandung inti. Degenerasi ini sering ditemukan.
Kadangkala mioma mempunyai susunan sel sangat padat (hiperseluler) sehingga sulit dibedakan dengan tumor ganas miometrium yaitu leimiosarkoma.
Disamping mioma uteri, dikenal pula beberapa tumor jinak lainnya, akan tetapi sangat jarang ditemukan, yaitu limfangioma, hemangioma dan hemangioperisitoma.

Pathways
Sel-sel otot tidak matang Idiopatik Peningkatan estrogen
( belum jelas)

Mioma Uteri

Psikologis Fisik

Cemas Torsi pada tangkai Perbesaran uteri Meluasnya permukaan
Endometrium& kontraksi uterus

Sirkulasi Penekanan VU - Hipermenorhea
- Perdarahan b’kepanjangan
Nekrosis Poliuri
Gangguan eliminasi
Peradangan Anemia

Nyeri



Komplikasi
- Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma hanya 0,32 – 0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus bila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
- Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilan sindroma abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metrorhagia atau menorrhagia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.

Pemeriksaan Diagnosis
- Pemeriksaan bimanual : Mengungkapakan tumor padat uterus yang umumnya terletak di garis tengah atau pun agak kesamping seringkali teraba berbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubungan dengan uterus.
- USG Abdominal dan transvaginal.

Terapi :
Tidak semua mioma uteri memerlukan pembedahan. Pengobatan mioma uteri antara lain ;
GnRH agonist (GnRHa) selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan degenerasi hialin di miometrium sehingga uterus dalam keseluruhannya menjadi lebih kecil.
Pengobatan operatif yaitu :
- Miomektomi : pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uteri
- Histerektomi
Radioterapi
Bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause. Radioterapi dikerjakan jika terdapat kontra indikasi untuk tindakan operatif dan jika ada keganasan uteri.

Pengkajian
Keluhan utama
Ada massa di perut bawah, Menorrahgi, Rasa berat pada perut, Dysmenorhe, Perdarahan, Nyeri perut bagian bawah, Gangguan eliminasi.
Riwayat perkawinan
Riwayat haid, menarche
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum, TTV, TB/BB, Px Fisik.


Diagnosa Keperawatan
Cemas berhubungan dengan ketidakpastian diagnosa dan ketakutan kemungkinan menjadi ganas
Nyeri berhubungan dengan tekanan pada urat saraf
Resiko tinggi terjadi gangguan seksual berhubungan dengan adanya dispareunia
Gangguan eliminasi urine : sering berkemih berhubungan dengan penekanan pada kandung kemih

Intervensi :
Cemas berhubungan dengan ketidakpastian diagnosa dan ketakutan kemungkinan menjadi ganas
- Kaji kemampuan pasien dan atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan perasaan
- Bantu dalam menangani reaksi emosional terhadap penyakit
- Dorong untuk memberikan waktu untuk mengungkapkan masalah
- Berikan informasi tentang penyakit dan perbaiki kesalahan konsep
- Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan / support
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi ketrampilan koping yang positif
Hasil yang diharapkan :
- Pasien mengekspresikan pemahaman tentang penyakitnya
- Pasien mampu menggunakan ketrampilan koping positif dalam mengatasi masalah
- Cemas berkurang

Nyeri berhubungan dengan tekanan pada urat saraf
- Kaji nyeri, karakteristik, lokasi nyeri
- Kaji faktor yang menyebabkan nyeri
- Ajarkan dan kaji dengan berbagai teknik pengurangan nyeri
- Pertahankan tirah baring dalam posisi nyaman dan lingkungan tenang
- Kolaborasi pemberian analgetik
Hasil yang diharapkan :
- Pasien mengungkapkan nyeri berkurang
- Pasien terlihat relaks dan nyaman

Resiko tinggi terjadi gangguan seksual berhubungan dengan adanya dispareunia
- Anjurkan klien untuk melaksanakan fungsi seksual dengan metode yang lain
- Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya kepada pasangannya
Hasil yang diharapkan :
- Klien dan pasangan menyadari dan bisa menerima keadaannya
Gangguan eliminasi urine : sering berkemih berhubungan dengan penekanan pada kandung kemih
- Beri penjelasan tentang penyebab perubahan pola berkemih klien
- Berikan dan ajarkan perawatanperineal
- Pertahankan privasi klien
Hasil yang diharapkan :
- Klien dapat mengungkapkan faktor-faktor penyebab gangguan pola buang air kecil
- Klien mengungkapkan dan mendemonstrasikan kebersihan setelah BAK

3. KISTA OVARII
Kista Ovarium dalam kehamilan dapat menyebabkan nyeri perut oleh karena putaran tangkai, pecah atau perdarahan.

Penilaian Klinik
§ Kista ovarium putaran tungkai atau perdarahan biasanya terjadi :
§ Kadang-kadang kista ovarium ditemukan pada pemeriksaan fisik, tanpa ada gejala (asimptomatik)
Pathways
Ada masa di abdomen

Nyeri perut tapi tidak dijumpai perdarahan

Kista Ovarium
Ansietas
Laparatomi
Penanganan
§ Pada kista ovarium dengan keluhan nyeri perut dilakukan laparatomi
§ Pada kista ovarium asimptomatik, besarnya > 10 cm dilakukan laparotomi pada trimester kedua kehamilan
§ Kista yang kecil (15 cm) umumnya tidak memerlukan tindakan operatif
§ Kista 5-10 cm memerlukan observasi, jika menetap atau membesar lakukan laparotomi
§ Jika pada laparotomi ada kemungkinan keganasan, pasien perlu dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap untuk evaluasi dan penanganan selanjutnya

NCP
Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, perubahan pada status kesehatan
§ Berikan informasi yang aktual dan akurat tentang prosedur
§ Beritahukan klien kemungkinan dilakukannya anestesi lokal atau spinal
§ Diskusikan hal-hal yang harus diantisipasi yang dapat menakutkan pasien
§ Identifikasi tingkat rasa takut klien
§ Berikan obat sesuai petunjuk misalnya obat sedatif, hipnotis

Persiapan Pasien Pulang
Beritahukan pada pasien :
§ Luka tidak boleh kena air sampai jahitan diambil
§ Jaga kebersihan sekitar luka
§ Minum obat secara teratur sampai habis
§ Cukup istirahat
§ Diit bebas
§ Olahraga ringan setelah satu bulan
§ Hubungan seksual setelah satu bulan
§ Kontrol kembali setelah 1 minggu

4. KANKER SERVIKS
Pengertian
Kanker serviks adalah gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks.

Etiologi
Sebab langsung dari kanker rahim belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang penting jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang cotus pertama (coitarcheI) dialami pada usia amat muda (< 16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apa lagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (higiene seksual yang jelek), aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang bersuami disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HIV tipe 16 atau 18, dan mempunyai kebiasaan merokok.

Manifestasi klinik
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera sehabis senggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%)
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama lebih sering terjadi, juga di luar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II dan III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita usia lanjut yang sudah tidak melayani suami secara seksual, atau janda yang sudah menopause bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat datang meminta pertolongan. Perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan general anestesi untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan meradang. Gejala lain yang timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum stadium akhir, penderita meninggal akibat perdarahan eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF), akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total.



Klasifikasi Klinis
Ada beberapa Klasifikasi klinis menurut IFGO yaitu :
Stadium O : Carsinoma in situ = Ca intraepitelial = Ca Preinvasif
Stadium I : Ca terbatas pada serviks
Stadium Ia : Disertai invasi dari stroma (preclinical Ca) yang hanya diketahui secara histologis.
Stadium Ib : Semua kasus-kasus lainnya dari Stadium I
Stadium II : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai ke panggul, telah mengenai dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian proximal
Stadium III : Sudah sampai dinding panggul dan 1/3 bagian bawah vagina
Stadium IV : Sudah mengenai organ-organ lain.

Diagnosa stadium O s/d Ia hanya dapat ditentukan secara mikroskopis maka disebut mikrocarsinoma.

Pemeriksaan Diagnostik
Tes seleksi tergantung riwayat, manifestasi klinis dan indeks kecurigaan untuk kanker tertentu.
1. Scan ( misal : MRI, CT Scan,Gallium) dan Ultrasound: Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respon pada pengobatan.
2. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi) : dilakukan untuk diagnosis banding dan menggambarkan pengobatan. Dapat dilakukan melalui sumsum tulang, kulit, organ, dsb.
3. Penanda tumor (zat yang dihasilkan dan disekresi oleh sel tumor dan ditemukan dalam serum, misal : CEA, Antigen spesifik prostat, alfa-fetoprotein, HCG, asam fosfat prostat, kalsitonin, antigen onkofetal pankreas, CA 15-3, CA 19-9, CA 125, dsb)
4. Tes Kimia skrining : Elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium), tes ginjal (BUN, Creatinin), tes hepar (Bilirubin, AST/ SGOT, alkalin fosfat, LDH), Tes tulang (alkalin fosfat, kalsium), perubahan sel darah merah dan sel darah putih, Trombosit berkurang atau meningkat.
5. Sinar X dada : untuk menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.

Terapi
* Ca In situ *
1. Histerektomi totalis + pengangkatan vagina secukupnya. Pada wanita muda ditinggalkan 1 atau 2 ovarium. Tidak dilakukan radioterapi karena :
a. Dapat menyebabkan menopause pada wanita muda
b. Ada beberapa kasus yang resisten terhadap radioterapi
2. Amputasi serviks atau konisasi. Dilakukan pada wanita muda yang masih ingin punya anak dengan syarat : bila lesinya kecil sekali, dapat dilakukan pemeriksaan smear secara teratur, penderita cukup intelegensinya untuk mengerti arti penyakitnya.
Setelah konisasi kemungkinan untuk hamil lebih kecil karena ada perubahan pada serviks.
Terapi bagi stadium Ib keatas : makro carsinoma yaitu dengan terapi radiasi.

Diagnosa Keperawatan
Ansietas (tingkatan) berhubungan dengan krisis situasi (kanker), ancama kematian.
Ditandai dengan : peningkatan ketegangan, gemetar, ketakutan, gelisah
Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (kompresi/ destruksi jaringan saraf, infiltrasi saraf atau suplai vaskularnya, obstruksi jaras saraf, inflamasi efek samping berbagai agen terapi saraf.
Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan perubahan fungsi / struktur tubuh.

Catatan : Intervensi dan rasionalnya dapat dilihat di buku Rencana perawatan maternal dan bayi oleh Marilynn E Doenges, Jakarta : EGC.

5. KANKER MAMAE
A. Pengertian
Kanker payudara adalah gangguan yang dapat mempengaruhi organ dalam tubuh ditandai dengan oleh proliferasi sel abnormal jaringan epitel pada duktus lafiferis atau lobulus pada payudara, membentuk massa yang padat, terbentuk tumor yang sering disebut neoplasma. Neoplasma kemudian menyebar ke jaringan sekitar dan akhirnya mempengaruhi fungsi normal.

B. Etiologi
- Tidak ada satupun penyebab spesifik dari kanker payudara, sebaiknya serangkaian faktor genetik hormonal dan kejadian lingkungan dapat menunjang terjadinya kanker. Bukti yang bermunculan menunjukkan bahwa perubahan genetik berkaitan dengan kanker payudara, namun apa yang menyebabkan perubahan belum diketahui.
- Perubahan genetik ini termasuk perubahan/mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein baik yang menekan/meningkatkan perkembangan kanker payudara.
- Hormon yang dapat berpengaruh dalam kanker payudara adalah normal hormon steroid yang dihasilkan ovarium (hormon estrodiol dan hormon progesteron).
- Meskipun belum ada penyebab spesifik dari kanker payudara, para peneliti mengidentifikasi sekelompok faktor resiko sebagai berikut :
1. Riwayat pribadi tentang kanker payudara
Resiko mengalami kanker payudara pada payudara sebelahnya meningkat hampir 1% tiap tahun.
2. Anak perempuan/saudara perempuan (hubungan langsung keluarga) dari wanita dengan kanker payudara.
Resikonya meningkat 2x lipat. Jika ibunya terkena kanker sebelum berusia 60 tahun. Resiko meningkat 4-6 x. Jika kanker payudara terjadi pada dua orang saudara langsung.
3. Menarche dini, resiko meningkat pada wanita yang mengalami menarche sebelum 12 tahun.
4. Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran anak pertama wanita yang hanya anak pertama, setelah usia 30 tahun mempunyai resiko 2 x lipat dibanding dengan mereka yang punya anak sebelum 20 tahun.
5. Menopause pada usia lanjut (>50 tahun).
6. Riwayat penyakit payudara jinak. Wanita yang mempunyai tumor payudara di sekitar perubahan epitel prliferasi mempunyai resiko 2 x lipat untuk mengalami kanker payudara.
7. Pemajanan terhadap wanita setelah masa pubertas dan sebelum usia 30 tahun.
8. Obesitas, resiko terendah diantara wanita pasca menopause.
9. Kontrasepsi oral.
10. Therapi pengganti hormon.
Terdapat laporan yang membingungkan tentang resiko kanker payudara pada terapi pengganti hormon. Wanita yang menggunakan estrogen suplemen dalam jangka panjang mengalami peningkatan resiko. Sementara penambahan progesteron terhadap pengganti estrogen meningkatkan insiden kanker endometrium. Hal ini tidak menurunkan resiko kanker payudara.
11. Masukan alkohol
Sedikit peningkatan resiko ditemukan pada wanita yang mengkonsumsi alkohol, bahkan hanya dengan sekali minum dalam sehari. Resiko 2 x lipat diantara wanita yang minum alkohol 3 x /sehari. Temuan riset menunjukkan wanita muda minum alkohol lebih rentan mengalami kanker payudara (Brunner & Suddarth, Danielle Gale).

C. Tahapan Kanker Payudara
Tahapan klinik yang paling banyak digunakan untuk kanker payudara adalah sistem klasifikasi TNM yang mengevaluasi ukuran tumor, nodus limfe yang terkena dan bukti adanya metastasis yang jauh. Sistem TNM diadaptasi oleh The America Joint Committee on Cancer Staging and Resuid Reformating. Pertahapan ini didasarkan pada fisiologi memberikan prognosis yang lebih akurat, tahap-tahapnya adalah sebagai berikut :
Tahap I : tumor kurang dari 2 cm, tidak mengalami nodus
Tahap II : tumor yang lebih besar dari 2 cm, kurang dari 5 cm, dengan nodus limfe terfiksasi negatif/positif. Tidak terdeteksi metastasis
Tahap III : tumor > 5 cm atau tumor dengan sembarang tempat yang menginvasi kulit/dinding, nodus limfe terfiksasi positif dalam area klavikular, tanpa bukti metastasit
Tahap IV : terdiri atas tumor dalam sembarang ukuran dengan nodus limfe normal/kankerlosa dan metastase janin

D. Tipe Kanker Payudara
1. Karsinoma duktal, menginfiltrasi.
Tipe paling umum (75%) bermetastasis di nodus axila, perognosa buruk.
2. Karsinoma lobuler menginfiltrasi (5-10%)
Terjadi penebalan pada salah satu/2 payudara bisa menyebar ke tulang, paru, hepar, otak.
3. Karsinoma medular (60%)
Tumor dalam capsul, dalam duktus, dapat jadi besar, tapi meluasnya lambat.
4. Kanker musinus (3%), menghasilkan lendir, tumbuh lambat, prognosis lebih baik.
5. Kanker duktus tubulen (2%)
6. Karsinoma inflamatom (1-2%) : jarang terjadi, gejala berbeda nyeri tekan dan sangat nyeri, payudara membesar dan keras, edema, retraksi puting susu, cepat berkembang (Brunner & Suddart).



E. Tanda dan Gejala Kanker Payudara
1. Fase awal : asimtomatik
2. Tanda umum : benjolan/penebalan pada payudara
3. Tanda dan gejala lanjut : kulit cekung
- Retraksi/deviasi puting susu
- Nyeri tekan/raba
- Kulit tebal dan pori-pori menonjol seperti kulit jeruk
- Ulserasi pada payudara.
4. Tanda metastase : nyeri pada bahu, pinggang, punggung bawah
- Batuk menetap
- Anoreksia
- BB turun
- Gangguan pencernaan
- Kabur
- Sakit kepala

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Mammografi
Menemukan kanker insito yang kecil yang tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik.
2. SCAN (CT, MRI, galfum), ultra sound.
Untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, respon pengobatan
3. Biopsi (aspirasi, eksisi)
Untuk diagnosis banding dan menggambarkan pengobatan
4. Penanda tumor
Zat yang dihasilkan dan disekresi oleh dalam serum (alfa feto protein, HCG asam fosfat).
- Dapat menambah dalam mendiagnosis kanker tetapi lebih bermanfaat sebagai prognosis/monitor terapeutik.
- Reseptor estrogen/progesteron assay yang dilakukan pada jaringan payudara untuk memberikan informasi tentang manipulasi hormonal.
5. Tes skrining kimia : elektrolit, tes hepar, hitung sel darah.
6. Foto toraks
7. USG

G. Pathways Kanker Payudara
Faktor genetik
Hormonal
Lingkungan
Faktor resiko
Area sensorik/
motorik
Nyeri
Hiperplasia sel
Perkembangan sel atipik
Carsinoma sel insitu
Massa
Non -Operatif
Sinostatika
Radiasi
Kerusakan jaringan
Post radioterapi
Kekeringan muka
Gangguan integritas kulit
Menekan bor morrow
Kekeringan klj. rambut
Sist. hemopoltik terganggu
Anemia
trombositupeni
Lekopenia
Resti infeksi
Ggn citra tubuh
< cairan
Gangguan sistem gastro intestinal
Mual/muntah
BB ¯ nafsu makan ¯
Gangguan nutrisi
Alopesia
Operatif
Jaringan terputus
< perawatan diri karena imobil


























H. Penatalaksanaan
Ada 3 kombinasi
- Pembedahan
- Kemoterapi
- Radiasi
1. Pembedahan
Biopsi biasanya jenis pemebedahan pertama bagi seorang wanita dengan kanker payudara.
Tujuannya adalah menentukan bila ada masa malignasi dan untuk mengetahui jenis kanker payudara, ada 2 prosedur :
a. Prosedur satu tahap
Anestesi umum dengan potongan beku cepat, bila potongan memperlihatkan malignasi, ahli bedah melakukan mastektomi.
b. Prosedur 2 tahap : - biopsi dengan anestesi lokal
- klien dipulangkan

2. Terapi Radiasi
Untuk pengobatan tahap 1 & 2
Keuntungan : kontrol tumor lokal/pemeliharaan payudara
Efek : Reaksi kulit
Fraktur tulang kosta
Pneumonitis
Limfodema

3. Kemoterapi
a. Cara pemberian obat sitostatika dapat dilakukan secara :
1) Per Oral (PO)
2) Sub Cutan (SC)
3) Intra Muskuler (IM)
4) Intra Arteri (IA)
5) Intra Vena (IV)
6) Intra Thecal (lewat fs. lumbal)
7) Intra peritongal (pleural)
b. Pemilihan vena dan tempat penusukan
1) Kemoterapi dapat membuat iritasi pada vena dan jaringan lunak
2) Tempat penusukan harus diganti setiap 72 jam (3 hari)
3) Vena yang cocok untuk penusukan terasa halus, lembut, cukup besar (jangan vena yang menonjol dan keras)
4) Vena yang baik dan sering digunakan : basilic, chepalic, metacarpal.


c. Persiapan kemoterapi
1) Ukur BB, TB, luas badan, darah lengkap, FS. Ginjal, Fs. Liver, gula darah urine lengkap, EKG, Thorax Ap/lat, ECSW, BMP.
2) Periksa program terapi yang digunakan, waktu pemberian obat sebelumnya.
3) Periksa nama klien, dosis obat, jenis obat, cara pemberian obat.
4) Periksa informed concent (klien dan keluarga)
5) Siapkan obat sitostatika.
6) Siapkan cairan Na (L 0,9%, MA 5% atau intralit)
7) Pengalas plastik, kain
8) Gaun lengan dengan panjang, masker, topi, kacamata, sarung tangan, sepatu.
9) Spuit dispossible 5cc, 10 cc, 20 cc, 50 cc.
10) Set infus dan cateter kecil (ababat)
11) Alkohol 70% + kapasitas steril (suatu alkohol).
12) Bak spuit besar
13) Lebel obat
14) Pastik (pembuang bekas)
15) Kardex (catatan khusus)

d. Cara kerja :
1) Semua obat dicampur oleh staf farmasi (ahli), kemudian ke bangsal perawatan dalam tempat khusus tertutup. Perawat menerima dengan catatan : (nama klien, jenis obat, dosis obat dan jam pencampuran).
2) Atau pencampuran dilakukan di ruang khusus tertutup.
- Meja dialasi pengalas plastik dan kain.
- Pakai gaun lengan panjang, topi, masker, kacamata dan sepatu
- Ambil obat sitostatika SSI program, larutkan dengan NaCl 0,9%, Dextrose 5% atau intralit dan pastikan obat cukup.
- Masukkan obat ke dalam flabot NaCl 0,9% atau dextrose 5%.
- Jaga jangan sampai tumpah.
- Buat label (nama klien, jenis obat, tanggal, jam pemberian, akhir pemberian).
- Masukkan dalam kontrinen yang telah disediakan
- Masukkan sampai pada kantong khusus (plastik).



e. Cara pemberian :
1) Periksa : nama klien, jenis obat, dosis, banyaknya cairan, cara pemberian, waktu pemberian.
2) Pakai proteksi
3) Lakukan teknik aseptik dan antiseptik
4) Pasang pengalas dan kain.
5) Berikan anti mual ½ jam sebelum pemberian kemoterapi
6) Lakukan aspirasi dengan NaCl 0,9%
7) Berikan obat kanker pelan-pelan.
8) Bila selesai bilas dengan NaCl 0,9%.
9) Semua alat habis pakai masuk kantong plastik.
10) Buka kain proteksi, masukkan plastik.
11) Catat semua prosedur.
12) Awasi keadaan kline per ½ jam.
(Simposium keperawatan kemoterapi, 2003).
(Barbara E, Reevens, Bronen & Sudden)


f. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pembedahan
Tanda : S : Trauma pembedahan
O : ¬ nadi, respirasi, akpasi wajah tegang, kesakitan.
Tujuan : Meredakan nyeri.
Intervensi : - Kaji skala nyeri
- Tinggikan lengan yang sakit dari siku (bahu)
- Hindari pengukuran TD, infeksi, pengambilan darah di daerah yang sakit.
- Anjurkan latihan aktif dan pasif pada lengan sakit.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan dan efek radiasi.
Tanda : S :
O : - Pengangkatan jaringan
- Perubahan elastisitas kulit
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit
Intervensi : Observasi daerah operasi
- Inspeksi jumlah perdarahan, warna kulit
- Lakukan ganti balut tiap hari
- Jelaskan pada klien sensasi menurun pada area operatif
- Jelaskan pada klien tanda-tanda infeksi.
3. Gangguan cairan tubuh berhubungan dengan mastektomi dan efek samping radiasi dan kemoterapi.
Terapi : S : Klien mengekspresikan perasaan malu/minder
O : Kehilangan payudara
- Bentuk tubuh yang tidak bagus.
Intervensi : Berikan support pada klien untuk melihat insisi pembedahan
- Fasilitas sistem pendukung keluarga (pasangan/keluarga) klien.
- Jawab pertanyaan klien dan dampak yang diharapkan atas gaya hidup.
- Evaluasi perasaan klien mengenal hilangnya payudara identitas seksual, hubungan citra tubuh.
- Berikan kesempatan pada klien rasa berduka cita atas kehilangan payudara.
- Izinkan klien untuk mengungkapkan emusi negatif (marah).
- Anjurkan pada klien untuk komunikasi terbuka klien dengan keluarga.
- Anjurkan klien untuk mengunjungi klien lain yang mempunyai penyakit yang sama, dengan kemampuan koping yang baik.

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek kemoterapi, radiasi.
Tanda : S :
O : Mual, muntah
- Adanya stomatitis, diare
- Anoreksia, BB ¯
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi : Kaji riwayat BB dulu dan pemasukan makan
- Diskusikan antara pemasukan dan penurunan BB
- Berikan teknik untuk mengatasi mual
- Observasi adanya distensi abdomen
- Sajikan makanan sesuai selera klien.
- Kolaborasi antiemetik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gale, Danielle, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta.
2. Brunner & Suddart, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 2, Jakarta, EGC.
3. Doenges, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC.
4. Price, Anderson (1995), Patofisiologi Proses Penyakit, Edisi 4, Buku Kedua, Jakarta, EGC.
5. Simposium Keperawatan, (2003), Kemoterapi, Semarang.
6. Bobak, Irene M, Margareth Duncan Jensen, Maternity & Gynecologic Care: The Nurse and The Family fifth edition, Phildelphia : Mosby Year Book, 1993.
7. Ida Bagus Gde Manuaba, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta : EGC, 1998.
8. Hanifa Wiknjosastro, Ilmu Kandungan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1997.
9. Sarjadi, Patologi Ginekologik, Jakarta : Hipokrates, 1995.
10. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD, Ginekologi, Bandung, 1999.
11. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal edisi I cetakan 2, Jakarta, 2001.
12. Tucker, Susan Martin, Marry M Canobbio, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi edisi V Volume 4alih bahasa Yasmin Asih, Jakarta : EGC, 1998.
Diposkan oleh Komunitas Ners di 18:26