Kamis, 10 Juni 2010

Perdarahan Antepartum (Hamil Tua)

Perdarahan Antepartum (Hamil Tua)

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamil¬an sebelum 28 minggu.
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang tetap berbahaya dan mengancam jiwa ibu.

KLASIFIKASI
Perdarahan antepartum dapat berasal dari:
(a) Kelainan plasenta
Plasenta previa, solusio plasenta (abruptio plasenta), atau perdarahan an¬tepartum yang belum jelas sumbernya, seperti:
 insersio velamentosa
 ruptura sinus marginalis
 plasenta sirkumvalata.
(b) Bukan dari kelainan plasenta, biasanya ticlak begitu berbahaya, misalnya kelainan serviks dan vagina (erosio, polip, varises yang pecah) dan trauma.

FREKUENSI
Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan; R.S.Pimgadi Medan kira-kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala Lumpur, Malaysia (1953-1962) 3% dari seluruh persalinan.

PLASENTA PREVIA
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat ab¬normal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembulcaan jalan lahir (ostium uteri internal). .



Klasifikasi
Belum ada kata sepakat diantara para ahli, terutama mengenai berapa pem¬bukaan jalan lahir. Oleh karena pembagian tidak didasarkan pada keadaan anatomi, melainkan pada keadaan fisiologi yang dapat berubah-ubah, maka klasifikasi akan berubah setiap waktu. Misalnya, pada pembukaan yang masih kecil, seluruh pem¬bukaan ditutupi jaringan plasenta (plasenta previa totalis), namun pada pembukaan yang lebih besar, keadaan ini akan menjadi plasenta previa lateralis. Ada juga penulis yang menganjurkan bahwa menegakkan diagnosa adalah sewaktu moment opname yaitu tatkala penderita diperiksa.

Menurut de Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm :
(1) Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba pla¬senta menutupi seluruh ostium.
(2) Plasenta previa lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembu¬kaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2:
 Plasenta previa lateralis posterior: bila sebagian menutupi ostium bagian belakang
 Plasenta previa lateralis anterior: bila menutupi ostium bagian depan
 Plasenta previa marginalis: bila sebagian kecil atau hanya pinggir os¬tium yang ditutupi plasenta.

Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat:
(1) Plasenta previa totalis: seluruh ostium ditutupi plasenta
(2) Plasenta previa partialis: sebagian ditutupi plasenta
(3) Plasenta letak rendah (low-lying placenta): tepi plasenta berada 3-4 cm di alas pinggir pembukaan, pada pemeriksaan dalam tidak teraba.

Menurut Browne:
(1) Tingkat I = Lateral placenta previa:
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan
(2) Tingkat 2 = Marginal plasenta previa:
Plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostium)

(3) Tingkat 3 = Complete plasenta previa:
Plasenta menutupi osteum waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pem¬bukaan hampir lengkap
(4) Tingkat 4 = Central plasenta previa;
Plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap.

Menurut penulis lain plasenta previa dibagi menurut persentase plasenta yang menutupi pembukaan:
• Plasenta previa 25%, 50%, 75%, dan 100%.
• Di beberapa institut di Indonesia termasuk di RS. Pirngadi Medan, kla¬sifikasi yang dipakai kurang lebih menurut pembagian de Snoo pada pem¬bukaan kira-kira 4 cm.
• Ada pula yang disebut plasenta previa servikalis, yaitu bila sebagian pla¬senta tumbuh masuk kanalis servikalis. Normalnya, plasenta berimplanta¬si di bagian atas uterus, pada bagian dalam belakang (60%), depan (40%).

Frekuensi
Literatur negara Barat melaporkan frekuensi plasenta previa kira-kira 0,3-0,6%. Di negara-negara berkembang berkisar antara 1-2,4%. Menurut jenisnya, Eastman melaporkan plasenta previa sentralis 20%, lateralis 30%, dan letak rendah 50%.

Etiologi
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor dikemukakan sebagai etio¬loginya.
(1) Endometrium yang inferior
(2) Chorion leave yang persisten
(3) Korpus luteum yang bereaksi lambat.
Strassmann mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Browne menekankan bahwa faktor terpenting ialah vili khorialis persisten pada desidua kapsularis.



Faktor-faktor etiologi:
(1) Umur dan paritas
 Pada primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur di¬bawah 25 tahun
 Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah.
 Di Indonesia, menurut Toha, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil; hal ini disebabkan banyak wanita Indo¬nesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang (inferior).
(2) Hipoplasia endometrium: bila kawin dan hamil pada umur muda
(3) Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase, dan manual plasenta
(4) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap mene¬rima hasil konsepsi
(5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium
(6) Kadang-kadang pada malnutrisi.

Diagnosis dan Gambaran Klinis
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa peme¬riksaan:
(1) Anamnesis
 Gejala pertama yang membawa si sakit ke dokter atau rumah sakit ialah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III).
 Sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan berulang (recurrent).
Perdarahan timbul sekonyong-konyong tanpa sebab apapun. Kadang¬-kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur; pagi hari tanpa di¬sadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak dan sebelumnya.
Sebab dari perdarahan ialah karena ada plasenta dan pembuluh darah yang robek karena (a) terbentuknya segmen bawah rahim; (b) terbu¬kanya ostium atau oleh manipulasi intravaginal atau rektal. Sedikit atau banyaknya perdarahan tergantung pada besar dan banyaknya pembuluh darah yang robek dan plasenta yang lepas. Biasanya wanita mengatakan banyaknya perdarahan dalam berapa kain sarung, berapa gelas, dan adanya darah-darah beku (stolsel).
(2) Inspeksi
 Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, darah beku, dan sebagainya.
 Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan pucatJanemis.
(3) Palpasi abdomen
 Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.
 Sering dijumpai kesalahan letak janin.
 Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya ke¬pala masih goyang atau terapung (floating) atau mengolak di atas pintu atas panggul.
 Bila cukup pengalaman (ahli), dapat dirasakan suatu bantalan pada seg¬men bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.
(4) Pemeriksaan inspekulo
Dengan memakai spekulum secara hati-hati dilihat dari mana asal perda¬rahan, apakah dari dalam uterus, atau dari kelainan serviks, vagina, varises pecah, dan lain-lain.
(5) Pemeriksaan radio-isotop
 Plasentografi jaringan lunak (soft tissue placentography) oleh Steven¬son, 1934; yaitu membuat foto dengan sinar rontgen lemah untuk men¬coba melokalisir plasenta. Hasil foto dibaca oleh ahli radiologi yang berpengalaman.
 Sitografi; mula-mula kandung kemih dikosongkan, lalu dimasukkan 40 cc larutan NaC112,5%, kepala janin ditekan ke arah pintu atas panggul, lalu dibuat foto. Bila jarak kepala dan kandung kemih berselisih lebih dari 1 cm, maka terdapat kemungkinan plasenta previa.
 Plasentografi indirek; yaitu membuat foto seri lateral dan anteropos¬terior yaitu ibu dalam posisi berdiri atau duduk setengah berdiri. Lalu foto dibaca oleh ahli radiologi berpengalaman dengan cara menghitung jarak antara kepala—simfisis dan kepala promontorium.
 Arteriografi; dengan memasukkan zat kontras ke dalam arteri femoralis. Karena plasenta sangat kaya akan pembuluh darah, maka is akan banyak menyerap zat kontras, ini akan jelas terlihat dalam foto dan jugs loka¬sinya.
 Amniografi; dengan memasukkan zat kontras ke dalam rongga amnion, lalu dibuat foto dan dilihat dimana terdapat daerah kosong (diluar janin) dalam rongga rahim.
 Radio-isotop plasentografi; dengan menyuntikkan zat radio aktif, bia¬sanya RISA (radioiodinated serum albumin) secara intravena, lalu di¬ikuti dengan detektor GMC.
(6) Ultrasonografi
Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografis sangat tepat dan tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin. Cara ini sudah mulai banyak dipakai di Indonesia.
(7) Pemeriksaan dalam
Adalah senjata dan cara paling akhir yang paling ampuh di bidang obs¬tetrik untuk diagnosis plasenta previa.
Walaupun ampuh namun kita harus berhati-hati, karena bahayanya juga sangat besar.
- Bahaya pemeriksaan dalam :
 Dapat menyebabkan perdarahan yang hebat. Hal ini sangat berba¬haya bila sebelumnya kita tidak siap dengan pertolongan segera. Dalam buku-buku disebut sebagai "membangunkan harimau tidur" (to awake a sleeping tiger).
 Terjadi infeksi.
 Menimbulkan his dan kemudian terjadilah partus prematurus.
- Teknik dan persiapan pemeriksaan dalam :
 pasang infus dan persiapkan donor darah
 kalau dapat, pemeriksaan dilakukan di kamar bedah, di mana fasilitas operasi segera telah tersedia
 pemeriksaan dilakukan secara hati-hati dan secara lembut (with lady's hand).
 jangan langsung masuk ke dalam kanalis servikalis, tetapi raba dulu bantalan antara jari dan kepala janin pada forniks (anterior dan posterior) yang disebut uji forniks (fornices test).
 bila ada darah beku dalam vagina, keluarkan sedikit-sedikit dan pelan-pelan.
- Kegunaan pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum:
 Menegakkan diagnosa apakah perdarahan oleh plasenta previa atau oleh sebab-sebab lain
 Menentukan jenis klasifikasi plasenta previa, supaya dapat diambil sikap dan tindakan yang tepat.
- Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum:
 Perdarahan banyak, lebih dan 500 cc
 Perdarahan yang sudah berulang-ulang (recurrent)
 Perdarahan sekali, banyak, din Hb dibawah 8 gr%, kecuali bila per¬sediaan darah ada dan keadaan sosio-ekonomi penderita baik
 His telah mulai dan janin sudah dapat hidup di luar rahim (viable).

Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan
Karena dihalangi oleh plasenta maka bagian terbawah janin tidak terfiksir ke dalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan letak janin: letak kepala mengapung, letak sungsang, letak lintang.
Sering terjadi partus prematurus karena adanya rangsangan koagulum darah pada serviks. Selain itu jika banyak plasenta yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi his; juga lepasnya plasenta sendiri dapat merangsang his. Dapat juga karena pemeriksaan dalam.

Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Partus
(1) Letak janin yang tidak normal, menyebabkan partus akan menjadi pa¬tologik
(2) Bila pada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau dipecahkan dapat terjadi prolaps funikuli
(3) Sering dijumpai inersia primer
(4) Perdarahan.

Komplikasi Plasenta Previa
(1) Prolaps tali pusat
(2) Prolaps plasenta
(3) Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan
(4) Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
(5) Perdarahan postpartum
(6) Infeksi karena perdarahan yang banyak
(7) Bayi prematur atau lahir mati.

Prognosis
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin 50-80%.
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindak¬an. Kematian perinatal juga turun menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan buatan (tindakan).

Penanganan
(1) Penanganan pasif
- Perhatian:
Tiap-tiap perdarahan triwulan ketiga yang lebih dari show (perdarahan inisial), harus dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan manipulasi apa¬pun, baik rektal apalagi vaginal (Eastman).
- Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat badan janin dibawah 2500 gr, maka kehamilan dapat dipertahankan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika, progestin, atau pro¬gesteron. Observasilah dengan teliti.
- Sambil mengawasi periksalah golongan darah, dan siapkan donor trans¬fusi darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mung¬kin supaya janin terhindar dari prematuritas.
- Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil tersangka plasenta previa, rujuk segera ke rumah sakit di mana terdapat fasilitas operasi dan transfusi darah.
- Bila kekurangan darah, berikanlah transfusi darah dan obat-obat penarn¬bah darah.
(2) Cara persalinan
Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah :
- jenis plasenta previa
- perdarahan: banyak, atau sedikit tetapi berulang-ulang
- keadaan umum ibu hamil
- keadaan janin: hidup, gawat, atau meninggal
- pembukaan jalan lahir
- paritas atau jumlah anak hidup
- fasilitas penolong dan rumah sakit.

Setelah memperhatikan faktor-faktor di atas, ada 2 pilihan persalinan, yaitu :
• Persalinan pervaginam :
(a) Amniotomi
Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terpilih un¬tuk melancarkan persalinan pervaginan. Indikasi amniotomi pada plasen¬ta previa :
- Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah, bila telah ada pembukaan
- Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis de¬ngan pembukaan 4 cm atau lebih
- Plasenta previa lateralis/marginalis dengan janin yang sudah meninggal.
Keuntungan amniotomi adalah (a) bagian terbawah janin yang berfungsi sebagai tampon akan menekan plasenta yang berdarah dan perdarahan berkurang atau berhenti; (b) partus akan berlangsung lebih cepat; dan (c) bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti cincin gerakan dan regangan segmen bawah rahim, sehingga tidak ada lagi plasenta yang lepas.
Setelah ketuban dipecahkan berikan oksitosin drips 2,5-5 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5%.
Bila upaya di alas belum berhasil, ada 2 cara lagi yang dapat dikerjakan terutama di daerah perifer di mana fasilitas operasi tidak ada dan penderita tidak mau dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas operasinya.
(b) Memasang cunam Willet Gausz
Cara:
- kulit kepala janin dildem dengan cunam Willet Gausz
- cunam diikat dengan kain kasa atau tali dan diberi beban kira-kira 50-100 gr atau satu batu bats seperti katrol.
- dengan jalan ini diharapkan perdarahan berhenti dan persalinan diawasi dengan teliti.
(c) Versi Braxton-Hicks
Versi dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kaki supaya dapat ditarik keluar. Bila janin letak sungsang atau letak kaki, menarik kaki keluar akan lebih mudah. Kaki diikat dengan kain kasa, dikatrol, dan diberi beban seberat 50-100 gr (satu batu bata).
(d) Menembus plasenta diikuti dengan versi Braxton-Hicks atau Willet Gausz.
Hal ini sekarang tidak dilakukan lagi karena bahaya perdarahan yang banyak. Menembus plasenta dilakukan pada plasenta previa sentralis.
(e) Metreurynter
Yaitu memasukkan kantong karet yang diisi udara atau air sebagai tam¬pon, cara ini sekarang tidak dipakai lagi.

• Persalinan perabdominam, dengan seksio sesarea
Indikasi seksio sesarea pada plasenta previa:
(1) Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal; semua pla¬senta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
(2) Semua plasenta previa lateralis posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
(3) Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada.
(4) Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang.

Perdarahan pada bekas insersi plasenta (placental bed) kadang-kadang berlebihan dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara yang ada, jika hal ini dijumpai tindakannya adalah:
(a) bila anak belum ada, untuk menyelamatkan alai reproduktif dilakukan ligasi arteria hipogastrika;
(b) bila anak sudah ada dan cukup, yang paling baik adalah histerektomi.

Penanganan plasenta previa lateralis dan marginalis
(1) Lakukan amniotomi.
(2) Berikan oksitosin (pituitrin, pitosin, sintosinon) tiap setengah jam 2,5 satuan atau perinfus drips.
(3) Bila dengan amniotomi perdarahan belum berhenti, dilakukan cunam Willet Gausz atau versi Braxton Hicks.
(4) Bila semua ini belum berhasil untuk menghentikan perdarahan, bila janin masih hidup lakukan seksio sesarea.
(5) Pada plasenta previa lateralis posterior dan plasenta previa lateralis yang bagian besarnya menutupi ostium (grote lap), sering langsung dilakukan seksio sesarea, karena secara anatomis dengan cara di atas perdarahan agak sukar dikontrol.

Penanganan plasenta previa sentralis (totalis)
(1) Untuk menghindari perdarahan yang banyak, maka pada plasenta previa sentralis dengan janin hidup atau meninggal, tindakan yang paling baik adalah seksio sesarea.
(2) Walaupun tidak pernah dikerjakan lagi, namun untuk diketahui, pada janin matt, di daerah pedesaan dapat dilakukan penembusan plasenta, kemudian dilakukan cunam Willet Gausz atau versi Braxton-Hicks untuk melahirkan janin.

SOLUSIO PLASENTA
Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae, accidental haemorrhage dan premature separation of the normally implanted placenta.
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan 28 minggu.
Klasifikasi
Menurut derajat lepasnya plasenta:
(1) Solusio plasenta parsialis
Bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari tempat perlekatannya.
(2) Solusio plasenta totalis (komplet)
Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat perlekatannya.
(3) Kadang-kadang plasenta ini turun ke bawah dan dapat teraba pada peme¬riksaan dalam, disebut prolapsus plasenta.

A.J. Obstetrics membagi menurut Criteria of severity atas 3 tingkat:

Ada yang membagi menurut tingkat gejala klinik menjadi ringan, sedang, dan berat.
Ada yang membagi menurut penyebabnya:
(1) Non toksik:
Biasanya ringan dan terjadinya sewaktu partus.
(2) Toksik:
Lebih parah, terjadinya biasanya pada kehamilan trimester ketiga, dan disertai kelainan-kelainan organik.

Etiologi
Sebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum diketahui, hanya para ahli mengemukakan teori:
• Akibat turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dan arteri yang menuju ke ruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotis, spasme hilang dan darah kembali mengalir ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi sudah demi¬lcian rapuhnya serta mudah pecah, sehingga terjadi hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dan rahim. Darah yang berkumpul di belakang plasenta disebut hematoma retroplasenter.

Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain:
(1) Faktor vaskuler (80-90%), yaitu toksemia gravidarum, glomerulonefritis kronika, dan hipertensi esensial.
Karena desakan darah tinggi, maka pembuluh darah mudah pecah, kemu¬dian terjadi haematoma retroplasenter dan plasenta sebagian terlepas.
(2) Faktor trauma:
- Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidramnion dan gemeli.
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar, atau pertolongan persalinan.
(3) Faktor paritas.
Lebih banyak dijumpai pada multi daripada primi. Holmer mencatat bah¬wa dari 83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 multi dan 18 primi.
(4) Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain.
(5) Trauma langsung seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

Frekuensi
Frekuensi solusio plasenta pada berbagai-bagai negara tidak sama, karena cara penyelidikan dan daerah lingkungan tidak sama pula. Sebagai contoh :
De Snoo 0,05%
Inggris 0,59%
Amerika 0,73%
R.S. Pirngadi Medan 0,4 - 0,5%

Makin lanjut umur, makin besar kemungkinan terjadinya solusio plasenta, ka¬rena pada umur lanjut kemungkinan mendapat arteriosklerosis lebih besar.

Diagnosis dan Gejala Klinis
Solusio plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas, perdarahan .antepartum hanya sedikit, dalam hal ini diagnosis baru kita tegakkan setelah anak lahir. Pada plasenta kita dapati koagulum-koagulum darah dan krater.
Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan:
(1) Anamnesis
- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut; kadang-kadang pasien bisa me¬lokalisir tempat mana yang paling sakit, di mana plasenta terlepas.
- Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-ko¬nyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah.
- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).
- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang¬kunang, ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
- Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
(2) Inspeksi
- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
- Pucat, sianosis, keringat dingin.
- Kelihatan darah keluar pervaginam.
(3) Palpasi
- Fundus uteri tambah naik karena terbentuknya retroplasenter hema¬toma; uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
- Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his.
- Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.
- Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.
(4) Auskultasi
Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dan sepertiga.
(5) Pemeriksaan dalam
- Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.
- Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun diluar his.
- Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta previa.
(6) Pemeriksaan umum
- Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.
- Nadi cepat, kecil, dan filiformis.
(7) Pemeriksaan laboratorium
 Urin
albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.
 Darah
Hb menurun (anemi), pe- riksa golongan darah, kalau bisa cross match test.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1 jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar nonnalnya 150 mg%).

(8) Pemeriksaan plasenta
Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya tam¬pak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplasenter.

Perdarahan pada Solusio Plasenta
Perdarahan pada solusio plasenta bisa mengakibatkan darah hanya ada di belakang plasenta (hematoma retroplasenter); darah tinggal saja di dalam rahim yang disebut internal haemorrhage (concealed haemorrhage); masuk merembes ke dalam amnion; atau keluar melalui vagina (antara selaput ketuban dengan dinding uterus), yang disebut external haemorrhage (revealed haemorrhage).
Jika solusio plasenta lebih berat dapat terjadi couvelair uterus (apopleksi uteroplasenter). Dalam hal ini darah merembes memasuki otot-otot rahim sampai ke bawah serosa, bahkan kadang-kadang sampai ke ligamentum latum dan melalui tuba masuk ke rongga panggul. Uterus kelihatan lebih besar, dinding uterus penuh dengan bintik-bintik merah hematom dan kecil sampai besar.

Ada 2 bentuk Couvelair Uterus, yaitu:
(1) Couvelair uterus dengan kontraksi uterus baik.
(2) Couvelair uterus dengan kontraksi uterus jelek, sehingga terjadi perda¬rahan postpartum.

Couvelair uterus terjadi karena berbagai teori, antara lain vasospasme, perubah¬an-perubahan toksik, adanya hematoma retroplasenter yang hebat, uterus yang terlalu regang, atau a/hipofibrinogenemia.
Hal-hal tersebut menyebabkan pembuluh darah dinding uterus pecah.

Diagnosis Banding
- Solusio plasenta
- Plasenta previa
- Ruptura uteri.


Komplikasi
(a) Langsung (immediate)
- Perdarahan
- Infeksi
- Emboli dan syok obstetrik.

SKEMA:


(b) Komplikasi tidak langsung (delayed)
- Couvelair uterus, sehingga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan postpartum
- a/hipo-fibrinogenemia dengan perdarahan postpartum
- Nekrosis korteks renalis, menyebabkan anuria dan uremia
- Kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis, dan lain-lain.


Prognosis
• Terhadap ibu
Mortalitas menurut kepustakaan 5-10%; sedangkan di R.S. Pirngadi Medan dilaporkan 6,7%. Hal ini dikarenakan adanya perdarahan sebelum dan sesudah partus, tokse¬mia gravidarum, kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal, dan in¬feksi.
• Terhadap anak
Mortalitas anak tinggi, menurut kepustakaan 70-80% sedangkan di R.S. Pirngadi Medan mortalitas anak 77,7%.
Hal ini tergantung pada derajat pelepasan dari plasenta, bila yang terlepas lebih dari 1/3 maka kemungkinan kematian anak 100%. Selain itu juga tergan¬tung pada prematuritas dan tindakan persalinan.
• Terhadap kehamilan berikutnya
Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta, ma¬ka pada hamil berikutnya sering terjadi solusio plasenta yang lebih hebat de¬ngan partus prematurus/ immaturus.

Terapi
(1) Terapi konservatif (ekspektatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemu¬dian partus berlangsung spontan. Menurut cara ini, perdarahan akan berhenti sendiri jika tekanan intrauterin bertambah lama bertambah tin ggi sehingga menekan pembuluh darah arteri yang robek. Sambil menung¬gu/mengawasi kita berikan:
- suntikan morfin subkutan
- stimulasi dengan kardiotonika seperti coramine, cardizol, dan pentazol.
- transfusi darah.
Dahulu ada yang berpendapat hanya diberikan darah kalau sangat men¬desak sebab bisa meninggikan tekanan darah, dan ini akan menambah hebat perdarahan. Sekarang hams diberikan darah secepatnya yang guna¬nya untuk mengatasi syok dan anemia, mencegah terjadinya nekrosis kor¬teks renalis yang dapat berakibat anuria dan uremia, serta untuk menam¬bah kadar fibrinogen, agar mekanisme pembekuan darah tidak terganggu.
Partus biasanya akan berlangsung 6-12 jam sesudah terjadinya solusio plasenta, karena kekejangan uterus.
Kekejangan uterus terjadi karena perangsangan oleh hematoma retro¬plasenter, atau karena terlepasnya plasenta sehingga hormon yang diha¬silkan plasenta berkurang (terutama progesteron), atau karena adanya koagulum-koagulum yang meninggikan histamin dalam sirkulasi ibu.
(2) Terapi aktif
Prinsip: kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera dilahirkan dan perdarahan berhenti, misalnya dengan operatif obstetrik.
Langkah-langkah :
(a) Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin kemudian awasi serta pimpin partus spontan.
Ada perbedaan pendapat yang terdiri atas 2 aliran :
- Aliran setuju (pro), dengan alasan bahwa dengan pemecahan ke¬tuban diharapkan persalinan akan berlangsung lebih cepat serta mengurangi tekanan intrauterin yang tinggi yang dapat menyebabkan komplikasi nekrosis korteks ginjal dan gangguan pembekuan darah.
- Aliran kontra, dengan alasan bahwa dengan amniotomi akan terjadi perdarahan yang banyak dan terus menerus. Sedangkan kalau di¬biarkan (tidak dipecahkan) tekanan hematoma retrouterin dan te¬kanan intrauterin dapat menekan luka-luka dan menghentikan per¬darahan.
(b) Accouchement force, yaitu pelebaran dan peregangan serviks diikuti dengan pemasangan cunam Willer Gausz atau versi Braxton-Hicks.
(c) Bila pembukaan sudah lengkap atau hampir lengkap, dan kepala sudah turun sampai Hodge III-IV, maka bila janin hidup, lakukan ekstraksi vakum atau forsep; tetapi bila janin meninggal, lakukanlah embrio¬tomi.
(d) Seksio sesarea biasanya dilakukan pada keadaan:
- solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan kecil
- solusio plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak, tetapi pembukaan masih kecil
- solusio plasenta dengan panggul sempit atau letak lintang.
(e) Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi afibrinogenemia atau hipo¬fibrinogenemia dan kalau persediaan darah atau fibrinogen tidak ada atau tidak cukup. Selain itu juga pada couvelair uterus dengan kon¬traksi uterus yang tidak baik.
(f) Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin dipertahankan.
(g) Pada hipofibrinogenemia berikan darah segar beberapa kantung; plas¬ma darah; dan fibrinogen 4-6 gram.

PERDARAHAN ANTEPARTUM LAIN
Perdarahan antepartum seperti disebabkan oleh:
- Insersio velamentosa
- Ruptura sinus marginalis
- Plasenta sikumvalata, jarang dijumpai dan telah dibicarakan secara singkat dalam Bab 37.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar